Pengantar Tasawuf (9): Tasawuf Para Pendiri Tarekat

PARA sufi pendiri tarekat ini terpengaruh dengan pendapat-pendapat al-Ghazali. Jalan sufi, kata al-Ghazali, merupakan pendahuluan latihan rohaniah. Jalan ini berfungsi membersihkan jiwa penempuhnya, serta membeningkan hatinya.
Dalam periode ini (abad keenam dan ketujuh hijriyah) kata "thariqat" dinisbatkan bagi sejumlah para sufi yang bergabung dengan syeikh dan tunduk di bawah aturan-aturan dalam jalan rohaniah, yang hidup secara kolektif di berbagai zawiyah dan rabath, atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun rohaniah secara teratur.
Tarekat-tarekat yang menonjol pada masa ini antara lain al-Qadiriyyah, al-Rifai'iyyah, al-Suhrawardiyah, al-Syadziliyyah, al-Ahmadiyyah, al-Birhamiyyah, al-Kubrawiyyah, dan al-Naqsyabandiyyah.
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani (470-561 H.). Dia sangat menguasai usul fiqh, fiqh, serta mengaitkan tasawuf dengan al-Qur'an maupun as-sunnah. Dia memandang kelirunya al-Hallaj. Tarekatnya adalah tauhid semata, disertai kehadiran dalam sikap sebagai hamba Tuhan.
Di samping al-Jailani, tokoh tarekat lainnya adalah Syaikh Ahmad al-Rifa'I, pendiri tarekat Rifa'iyah, serta Abu Najib al-Suhrawardi (490-563 H) dengan tarekatnya al-Shurawardiyah.
Pada abad ke tujuh Hijriyah, di dunia Islam, baik di kawasan sebelah Timur maupun Barat, tumbuh berbagai tarekat sufi yang bergerak secara aktif. Di sebelah barat muncul Tarekat al-Syadzaliyah yang didirikan oleh Abu al-Hasan al- Syadzali, yang terus melebarkan sayapnya ke Mesir, kemudian menyebar ke berbagai kawasan Islam. Ajaran-ajaran tarekat al-Syadzaliyah dapat diringkas dalam lima pokok, yaitu: ketaqwaaan kepada Allah, konsisten mengikuti as-Sunnah, penghormatan terhadap Makhluk, Ridha kepada Allah, serta kembali kepada Allah.
Tarekat-tarekat sufi lainnya yang semasa dengan tarekat al-Syadzaliyah adalah Tarekat al-Ahmadiyah. Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Ahmad al-Badawi (596-675 H.) yang berasal dari Maroko. Ajaran tarekat ini yang paling menarik murid-muridnya ialah sebagai berikut:
"Barangsiapa tidak berilmu, maka dia tidak bernilai, baik di dunia maupun di Akhirat. Barangsiapa tidak dermawan, maka dia tidak punya bagian hartanya. Barangsiapa tidak bersifat kasih-sayang terhadp makhluk Allah, maka dia tidak berhak terhadap pertolongan Allah. Barangsiapa tidak bersabar, maka dia tidak akan selamat dalam berbagai hal. Barangsiapa tidak bertaqwa kepada Allah, maka dia tidak berkedudukan di hadapan Allah. Dan barangsiapa terhalang dari semua hal tersebut, maka dia tidak dapat mempunyai tempat dalam surga.
Tarekat di Mesir lainnya yang sezaman dengan tarekat al-Ahamadiyah dan juga tersebar luas di negeri tersebut adalah Tarekat al-Birhamiyah. Tarekat ini didirikan oleh putra Mesir, Syeikh Ibrahim al-Dusuqi al-Qursyi (meninggal tahun 676 H. di Damaskus). Tarekatnya tersebar luas di kawasan Mesir, Syiria, Hijaz, Yaman, dan Hadramut. Al-Dasuqi, seperti halnya para pendahulunya, menekankan bahwa tasawuf perlu konsisten terhadap aturan-aturan syariat: "Syari'at adalah pokok, sementara hakekat adalah cabang. Jadi Syariat menghimpun seluruh ilmu yang disembunyikan. Sementara semua tingkatan dan keadaan justru berada di bawah keduanya".
Sementara itu, di Persia pada abad keenam dan ke tujuh Hijriyah muncul berbagai macam tarekat, antara lain ialah Tarekat al-Kubrawiyyah yang dinisbatkan pada Najmuddin Kubra (540-618 H.).
Di Turkistan juga muncul Tarekat baru yang bernama Tarekat al-Yasawiyah. Pendirinya adalah Ahmad al-Yasawi (meninggal tahun 562 H.). Menurut Trimingham, tarekat tersebut   berperan penting dalam mengislamkan suku-suku di Turkistan. Di Asia Tengah juga muncul Tarekat al-Syisyitiyah yang didirikan Mu'inuddin Hasan al-Syisyti (517-623 H.). Tarekat ini telah menyebar luas sampai ke India.
Pada abad Ke-delapan Hijriyah muncul tarekat baru yang bernama al-Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Baha'uddin Naqsyabandi al-Bukhari (717-791 H.). Tarekat ini banyak mendapat pengikut di berbagai negara Islam. Begitu juga dengan tarekat al-Khalwatiyah, yang berasal dari Persia. Dalam hirarki para tokoh tarekat ini terdapat Abu al-Najib al-Suhrawardi, pendiri tarekat al-Syuharawardiyah. Di mesir tarekat ini disebarakan oleh Mushtofa Kamaluddin al-Bakri (meninggal tahun 1162 H.).
Sementara di Turki muncul Tarekat  Bektasyiyyah yang didirikan oleh Haji Bektasyi (meninggal tahun 738 H.). Tarekat al-Maulawiyyah yang dinisbatkan kepada Jalaluddin al-Rumi. Dalam setiap pertemuan dzikirnya, tarekat ini  mempergunakan musik serta lagu, yang di Eropa pada ketiak itu lebih dikenal sebagai "Para Darwis Penari Putar"  (Whirling Dervishes).
Begitulah kemunculan dan tersebar luasnya tarekat-tarekat sufi di dunia Islam, yang sebagian nya masih tetap aktif sampai sekarang. Akan tetapi, tarekat-tarekat sufi abad-abad mutakhir, khususnya sejak masa Dinasty Utsmaniyah, telah mengalami kemunduran dibanding tarekat-tarekat sebelumnya. Hal ini dikarenakan berbagai faktor kultural, dan para sufi nya tidak menghasilkan karya-karya kreatif lagi. [*]

Artikel ini disarikan dari buku Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan terjemahan dari judul asli Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.

Tidak ada komentar: