Indahnya Merayakan Maulid Nabi


Ya Nabi salam alaika
Ya Rasul salam alaika
Ya Habib salam alaika
Shalawatullah alaika.....


Demikianlah doa dan pujian dilantunkan oleh penghuni asrama IAIN “Walisongo” di kompleks Perumahan Depag, Ngalian, Semarang. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin Program Khusus (FU-PK) yang tengah berasyik-masyuk merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad s.a.w. Diiringi dengan tabuhan rebana yang merdu dan membahana, suasana pembacaan maulid malam itu menjadi semakin semarak, dengan tidak meninggalkan kekhusyukan.

Ya, selama beberapa hari terakhir ini—tanggal 1 s.d. 12 Rabiul Awal atau Mulud—kami memang mengadakan perayaan maulid Nabi. Peringatan maulid tersebut biasanya dilakukan dengan pembacaan doa dan kisah-kisah teladan Sang Nabi yang termuat dalam kitab al-Barzanji, al-Dhibai, Simtud Duror, dll. Perayaan semacam ini juga dilakukan oleh sebagian besar penduduk Muslim di daerah Pantura Jawa Tengah, seperti Rembang, Kudus, Jepara, Demak, Pekalongan, dll. Mereka menyebutnya sebagai muludan atau srakalan. Srakalan sendiri diambil dari kata asyraqal yang tecantum pada sebuah bait pujian dan doa bagi Nabi yang dilantunkan sembari berdiri:

Asyraqal Badru alaina fakhtafat minhul budur
Mitslu husnik ma roayna qaththu ya Wajhassurur.....

Perayaan maulid seperti ini bukanlah sekedar selebrasi yang tanpa makna. Di dalamnya terkandung pelajaran dan keteladanan yang dapat kita petik. Dengan pembacaan kisah-kisah teladan Sang Nabi, diharapkan kita dapat mengetahui secara lebih dekat akan perilaku, moral, dan perjuangan Nabi. Dengan demikian, hal itu akan menjadi suri teladan bagi kita, umatnya.

Di sisi lain, fenomena perayaan maulid juga merupakan aset seni dan budaya yang khas. Doa dan puji-pujian yang didendangkan pada ritual itu, yang diiringi pula dengan ketepak alat musik rebana, berpadu menjadi sebuah harmoni seni musik yang indah. Dan keindahan seperti ini dapat kita temukan secara serentak di bulan Mulud, di hampir setiap perkampungan di wilayah Pantura Jawa Tengah. Tidak semua daerah di Indonesia mempunyai tradisi seperti ini.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba-materialistis seperti sekarang ini, secercah kesejukan sangat didambakan. Pada srakalan kita menemukannya. Di sana, spiritualitas, seni, budaya, dan keteladanan berpadu menjadi satu. [*]

1 komentar:

Muhammad Ruhani mengatakan...

duh, dimuat di BlogPrint Suara Merdeka, ya? oke dah, selamat!