NAMA lengkapnya adalah Abu al-Futuh Yahya ibn Habsyi
ibn Amrak, bergelar Syihabuddin. Dia dilahirkan di Suhraward pada tahun 550 H.,
dan dihukum mati di Aleppo (Halb) pada tahun 587 H. oleh Pangeran al-Zahir
(penguasa Halb ketika itu) atas perintah ayahnya, Shalahuddin al-Ayyubi. Karena
itulah ia digelari al-maqtul, sebagai pembeda dengan dua sufi lainnya, yaitu Abu Najib al-Suhrawardi
(w. 563 H.), dan Abu Hafsh Syihabuddin al-Suhrawardi al-Baghdadi (w. 632 H.),
penyusun kitab Awarif
al-Ma'arif.
Guru-gurunya adalah Majduddin al-Jili (Azerbaiyan), Ibn Sahlan al-Sawi
(Isfahan), dan al-Safir Iftikharuddin (Halb). Karya-karya Suhrawardi antara
lain: Hikmah
al-Isyraq, al-Talwihat, Hayakil al-Nur, al-Muqawimat, al-Mutharihat, al-Alwah
al-'Imadiyyah, dan sejumlah do'a-do'a.
Suhrawardi adalah tokoh sufi-filosof yang ahli tentang filsafat Platonisme,
Paripatetisme, Neo-Platonisme, hikmah Persia, aliran-aliran agama Sabi'in, dan
filsafat Hermetisisme, serta filsafat Islam.
Konsepsinya yang sangat terkenal adalah konsepsi hikmah isyraqiyah, yang bermakna iluminasi (kasyf), atau dapat juga dikatakan hikmah
masyriqiyah (kebijaksanaan Timur), yaitu Persia. Konsepsi
tersebut berarti terbitnya cahaya
rasional, kecerlangannya, dan kelimpahannya pada jiwa sewaktu jiwa menjadi bebas.
Ia mendasarkan hikmah ini pada rasa.
Mengenai wujud, al-Suhrawardi telah menyusun sebuah teori yang ia
kemukakan secara simbolis berdasarkan teori emanasi. Menurutnya, dari Allah,
cahaya dari segala cahaya, muncul tiga alam yang melimpah, yaitu alam akal-budi, alam jiwa, dan alam tubuh. Alam pertama meliputi cahaya-cahaya yang menguasai, yang antara lain adalah akal
aktif atau ruh suci. Alam kedua meliputi jiwa-jiwa yang mengendalikan bintang-bintang di langit maupun
manusia. Alam ketiga meliputi tubuh-tubuh yang berada di bawah planet bulan dan tubuh-tubuh
dari benda langit.
Ia juga melengkapi klasifikasinya tersebut dengan "alam ideal yang tergantung", yaitu alam yang terletak antara alam akal budi (alam rasional) dan
alam yang bisa diindra dan dipahami lewat imajinasi aktif. Dengan alam inilah
akan diperoleh kekayaan dan keanekaragaman yang terdapat pada alam yang dapat
diindra.
Menurut Quthbuddin al-Syirazi, seorang iluminasionis, alam terdiri dari
dua. Pertama adalah alam makna, yang terbagi menjadi alam ketuhanan dan alam akal
budi. Kedua alam gambar, yang terbagi menjadi gambar yang menubuh, yaitu alam
bintang dan anasir, serta gambar yang mengambang, yaitu alam ideal yang
tergantung.
Jiwa manusia, menurut Suhrawardi,
tidak bisa sampai pada alam suci, serta tidak bisa menerima cahaya-cahaya
iluminasi, kecuali dengan latihan rohaniah, yang antara lain dapat ditempuh
dengan mengurangi tidur dan makan. Melalui upaya ini jiwa akan melesat menuju
alam suci dan bertemu dengan induk sucinya, bahkan menerima berbagai
pengetahuan-Nya. Pada saaat itulah kebahagiaan hakiki tercapai.
Suhrawardi mengklasifikasi para filosof menjadi tiga kelompok. Pertama, filosof yang tersibukkan dengan masalah ketuhanan, tetapi bukan
peneliti tentang masalah tersebut. Misalnya, Abu Yazid al-Busthami, al-Hallaj,
serta para nabi dan wali. Kedua, kelompok filosof yang peneliti, tetapi tidak menyibukkan diri dalam
masalah-masalah ketuhanan. Misalnya, al-Farabi dan Ibnu sina.
Ketiga, kelompok filosof yang menyibukkan diri dalam masalah-masalah
ketuhanan, sekaligus sebagai peneliti atasnya. Peringkat ketiga inilah yang
tertinggi di antara keduanya, dan tiada yang bisa mencapai kecuali Suhrawardi
sendiri. Dengan kata lain, kedudukan Suhrawardi lebih tinggi dari kedudukan
para nabi. Sebab itulah para fuqaha' di masanya mengecam pedas terhadapnya. [*]
Artikel ini
disarikan dari buku “Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,”
yang ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan
terjemahan dari judul asli “Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar