Pengantar Tasawuf (6): Al-Suhrawardi al-Maqtul dan Hikmah al-Isyraq

NAMA lengkapnya adalah Abu al-Futuh Yahya ibn Habsyi ibn Amrak, bergelar Syihabuddin. Dia dilahirkan di Suhraward pada tahun 550 H., dan dihukum mati di Aleppo (Halb) pada tahun 587 H. oleh Pangeran al-Zahir (penguasa Halb ketika itu) atas perintah ayahnya, Shalahuddin al-Ayyubi. Karena itulah ia digelari al-maqtul, sebagai pembeda dengan dua sufi lainnya, yaitu Abu Najib al-Suhrawardi (w. 563 H.), dan Abu Hafsh Syihabuddin al-Suhrawardi al-Baghdadi (w. 632 H.), penyusun kitab Awarif al-Ma'arif.
Guru-gurunya adalah Majduddin al-Jili (Azerbaiyan), Ibn Sahlan al-Sawi (Isfahan), dan al-Safir Iftikharuddin (Halb). Karya-karya Suhrawardi antara lain: Hikmah al-Isyraq, al-Talwihat, Hayakil al-Nur, al-Muqawimat, al-Mutharihat, al-Alwah al-'Imadiyyah, dan sejumlah do'a-do'a. Suhrawardi adalah tokoh sufi-filosof yang ahli tentang filsafat Platonisme, Paripatetisme, Neo-Platonisme, hikmah Persia, aliran-aliran agama Sabi'in, dan filsafat Hermetisisme, serta filsafat Islam.
Konsepsinya yang sangat terkenal adalah konsepsi hikmah isyraqiyah, yang bermakna iluminasi (kasyf), atau dapat juga dikatakan hikmah masyriqiyah (kebijaksanaan Timur), yaitu Persia. Konsepsi tersebut berarti  terbitnya cahaya rasional, kecerlangannya, dan kelimpahannya pada jiwa sewaktu jiwa menjadi bebas. Ia mendasarkan hikmah ini pada rasa.
Mengenai wujud, al-Suhrawardi telah menyusun sebuah teori yang ia kemukakan secara simbolis berdasarkan teori emanasi. Menurutnya, dari Allah, cahaya dari segala cahaya, muncul tiga alam yang melimpah, yaitu alam akal-budi, alam jiwa, dan alam tubuh. Alam pertama meliputi cahaya-cahaya yang menguasai, yang antara lain adalah akal aktif atau ruh suci. Alam kedua meliputi jiwa-jiwa yang mengendalikan bintang-bintang di langit maupun manusia. Alam ketiga meliputi tubuh-tubuh yang berada di bawah planet bulan dan tubuh-tubuh dari benda langit.
Ia juga melengkapi klasifikasinya tersebut dengan "alam ideal yang tergantung", yaitu alam yang terletak antara alam akal budi (alam rasional) dan alam yang bisa diindra dan dipahami lewat imajinasi aktif. Dengan alam inilah akan diperoleh kekayaan dan keanekaragaman yang terdapat pada alam yang dapat diindra.
Menurut Quthbuddin al-Syirazi, seorang iluminasionis, alam terdiri dari dua. Pertama adalah alam makna, yang terbagi menjadi alam ketuhanan dan alam akal budi. Kedua alam gambar, yang terbagi menjadi gambar yang menubuh, yaitu alam bintang dan anasir, serta gambar yang mengambang, yaitu alam ideal yang tergantung.
Jiwa manusia, menurut Suhrawardi, tidak bisa sampai pada alam suci, serta tidak bisa menerima cahaya-cahaya iluminasi, kecuali dengan latihan rohaniah, yang antara lain dapat ditempuh dengan mengurangi tidur dan makan. Melalui upaya ini jiwa akan melesat menuju alam suci dan bertemu dengan induk sucinya, bahkan menerima berbagai pengetahuan-Nya. Pada saaat itulah kebahagiaan hakiki tercapai.
Suhrawardi mengklasifikasi para filosof menjadi tiga kelompok. Pertama, filosof yang tersibukkan dengan masalah ketuhanan, tetapi bukan peneliti tentang masalah tersebut. Misalnya, Abu Yazid al-Busthami, al-Hallaj, serta para nabi dan wali. Kedua, kelompok filosof yang peneliti, tetapi tidak menyibukkan diri dalam masalah-masalah ketuhanan. Misalnya, al-Farabi dan Ibnu sina.
Ketiga, kelompok filosof yang menyibukkan diri dalam masalah-masalah ketuhanan, sekaligus sebagai peneliti atasnya. Peringkat ketiga inilah yang tertinggi di antara keduanya, dan tiada yang bisa mencapai kecuali Suhrawardi sendiri. Dengan kata lain, kedudukan Suhrawardi lebih tinggi dari kedudukan para nabi.  Sebab itulah para fuqaha' di masanya mengecam pedas terhadapnya. [*]

Artikel ini disarikan dari buku “Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan terjemahan dari judul asli Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.

Tidak ada komentar: