ALAM IMAGINAL (mitsal) atau disebut juga alam malakut, adalah alam yang berada di antara alam makna (alam spiritual) dan alam dunia (alam materi/ muluk). Karakter
utama alam mitsal (imaginal) adalah bahwa di alam ini yang murni spiritual
dimaterikan, sedangkan yang material dispiritualkan. Misalnya, kalam Allah,
yang awalnya murni spiritual, dimaterikan di alam mitsal ini sehingga sudah
mengambil bentuk yang bisa dilihat sebagai lambang-lambang--berupa huruf-huruf
atau suara-suara--yang bagi penerimanya (dalam hal ini Nabi-Nabi)
lambang-lambang ini dapat dipahami dengan jelas dan terang, sehingga tidak ada
keraguan sedikitpun dalam hati mereka. Demikian juga malaikat Jibril as., yang
sejatinya adalah makhluk murni ruhani, dapat dilihat oleh para Nabi, misalnya,
dalam bentuk manusia atau bentuk-bentuk lainnya, yang bisa dipersepsi oleh
mereka, bukan sebagai makhluk fisik tetapi dalam bentuk imajinal, kira-kira
seperti bentuk-bentuk yang muncul dalam mimpi-mimpi kita. Atau dalam pengalaman
sehari-hari, seperti bentuk bayangan atau refleksi diri kita dalam cermin.
Contoh lain adalah ungkapan yang menyatakan bahwa hasil perbuatan kita (amal)
di dunia ini akan nampak di alam barzakh dalam bentuk seorang yang berparas
menyenangkan atau menakutkan tergantung pada kualitas perbuatan kita.
Alam mitsal merupakan alam perantra antara alam ruhani dan alam jasmani, yang tanpanya makhluk jasmani seperti manusia ini tidak mungkin berkomunikasi dengan makhluk spiritual seperti malaikat atau jin, dan barangkali juga Tuhan. Di alam mitsal ini, jiwa-jiwa yang sucilah yang dapat diizinkan masuk, sedangkan jiwa yang masih kotor dengan perkara duniawi dan terbelenggu oleh ikatan-ikatan dunia tidak akan diizinkan masuk. Ini artinya bisa dicapai ketika manusia berhasil melakukan pembersihan jiwa (tazkiyat al-nafs), yang pada intinya adalah penspiritualan manusia, karena alam mitsal diperuntukkan hanya bagi jiwa-jiwa yang telah bersih, atau dispiritualkan, dari debu-debu dunia, bukan untuk jiwa-jiwa yang masih kotor, terlebih lagi bukan untuk jasad manusia, karena makhluk atau entitas jasmani tidak bisa masuk ke alam mitsal ini.
Bagaimana proses diterimanya jiwa-jiwa yang suci di alam imajinal, bisa dilihat dari apa yang ditulis Ibn 'Arabi dalam bukunya Al-Futuhat Al-Makkiyyah. Dikisahkan oleh ibn 'Arabi bahwa orang-orang yang telah berhasil memasuki alam imajinal ini, mereka akan disambut di sebuah gerbang oleh makhluk yang ditugaskan Allah untuk membimbing dan melayani mereka. Ia mempersembahkan kepada mereka sebuah jubah kebesaran sesuai dengan tingkat kesucian mereka. Mereka diajaknya berkeliling di sana. Yang menakjubkan adalah ternyata mereka bisa melakukan dialog bukan hanya dengan manusia tetapi juga dengan batu-batuan, tumbuhan, hewan dan sebagainya. Begitu juga dikatakan bahwa mereka bisa berkomunikasi dan mengerti bahasa apa saja yang digunakan oleh manusia yang berbeda-beda. Demikian Ibn 'Arabi pernah berceritera tentang kondisi alam mitsal dan kemampuan orang-orang yang diterima di sana dalam berkomunikasi.
Dengan apakah mereka melakukan dialog seperti itu? Dialog seperti itu tentu
tidak dilakukan dengan lisan lahiriah tetapi dengan lisan "batiniah". Demikian juga kita tidak melihat makhluk-makhluk tersebut dengan mata lahiriah
kita, tetapi dengan mata batiniah kita. Sesungguhnya sebagian besar kita juga telah
mengalami, dalam tingkatan yang rendah, dialog atau persepsi batin seperti
ini. Dalam mimpi, misalnya, ketika mata lahiriah kita tertutup rapat, kita toh
masih bisa melihat objek-objek yang muncul dalam mimpi kita. Dengan mata
manakah kita bisa melihat objek-objek tersebut ketika mata kita tertutup rapat?
Jawabnya, tentu dengan mata batin. Bahkan, dalam mimpi tersebut, selain bisa
melihat orang-orang yang masih hidup, kita juga bisa melihat dan bahkan bertemu
dengan orang-orang yang sudah meninggal. Dengan mereka kita bisa saling pandang
bahkan juga berdialog. Dengan apa kita melakukan dialog dengan mereka ketika
mulut kita tertutup? Tentu bukan dengan lisan yang kita gunakan sehari-hari.
Bukankah Allah menunjukkkan dalam salah satu ayat al-Qur'an bahwa pada hari
kebangkitan bukan lisan kita yang berbicara tetapi tangan, kaki dan seluruh
anggota tubuh kita yang lainnya. Ini adalah isyarat bahwa selain lisan ada alat
yang bisa kita gunakan untuk berdialog pada tataran dunia yang lebih tinggi.
Ada salah seorang mahasiswa yang yang berceritera bahwa ia bisa berdialog dengan jin. Ketika saya tanya apakah, ketika ia berdialog dengan jin, jin tersebut membuka mulutnya dan mengeluarkan suara yang bisa terdengar oleh telinga lahiriah kita? Dia mengatakan bahwa ia tidak mendengar seperti biasanya kita mendengar dari mulut seseorang, karena jin tersebut tidak menggunakan bahasa lisan. Meskipun begitu ia bisa mengerti apa yang diutarakan oleh jin tersebut, dan sebaliknya. Dari apa yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di alam mitsal kita tidak berdialog melalui indera lahiriah, tetapi melalui indera batiniah. Karena, menurut para pemikir Muslim, kita memang memiliki bukan hanya indera lahir, tetapi juga indera batin, dengan keunikannya masing-masing.
Alam mitsal ini, menurut para ahli, masih bisa dibagi lagi menjadi dua: bagian atas yang lebih mencerminkan dunia spiritual, yang disimbolkan dengan istilah "jabalqa" dan bagian bawah, yang lebih mencerminkan dunia material/ jasmani, yang disimbolkan dengan istilah "jabalsha". Bagian atas alam mitsal ini merupakan tempat bagi makhluk-makhluk spiritual, seperti malaikat, arwah orang-orang suci dan para wali, untuk memanifestasikan dirinya kepada orang-orang yang diperkenankan masuk ke alam ini. Sedangkan bagian bawahnya adalah tempat tinggalnya makhluk-makhluk halus lainnya, seperti jin, juga barangkali yang kita sebut tuyul, dedemit, gandoruwo dan sebagainya, yang bisa berdialog dengan sorang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk itu. [*]
Artikel berseri "Kuliah Tasawuf" pada rubrik "Tasawuf - Filsafat" ini merupakan tulisan Prof. Mulyadhi Kartanegara. Beliau adalah dosen pada Islamic College for Advanced Studies (ICAS) - Paramadina, Jakarta, dan merupakan pakar di bidang tasawuf dan filsafat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar