Kuliah Tasawuf (10): Alam Makna (Spiritual)
YANG DIMAKSUD dengan kata makna di sini adalah spiritual sebagai lawan dari material,
karena itu alam makna berarti alam spiritual. Alam makna atau alam spiritual
ini, seperti disinggung di atas, terdiri antara lain dari entitas-entitas yang
tetap (al-a'yan al-tsabitah) atau ada
yang menyebutnya dengan realitas-realitas potensial, dan realitas-realitas
ontologis atau dunia arketip (archetypal
world). Marilah kita mulai dengan yang pertama. Realitas-realitas potensial
ini merujuk pada entitas-entitas yang masih tersembunyi dalam pengetahuan
(pikiran) Tuhan, dan mereka biasanya dikontraskan dengan realitas-realitas
eksternal (al-a'yan al-kharijiyyah)
yang telah terlahir dalam bentuk-bentuk kongkrit yang kita sebut benda-benda
lahiriah.
Realitas-realitas ini disebut potensial, hanya kalau dilihat dari kenyataan
bahwa mereka belum mewujud dalam bentuk nyata, atau dengan kata lain belum
mengaktual dalam benda-benda yang ada (al-mawjudat).
Meskipun begitu, menurut para sufi, realitas-realitas potensial ini pada
dirinya sama aktualnya dengan benda-benda lahiriah. Itulah sebabnya kedua modus
realitas ini dalam bahasa Arab sama-sama dirujuk dengan kata 'ayn, jamaknya a'yan, yang bisa diartikan entitas atau realitas-realitas (haqa'iq) atau sesuatu (syay').
Perbedaan di antara keduanya hanya terletak
pada kenyataan bahwa yang pertama masih berada dalam pengetahuan Tuhan yang
bersifat tetap, sehingga disebut tsabitah,
artinya tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan yang kedua sudah dikaruniai
wujud kongkrit, sehingga disebut mawjudat,
yang nampak pada kita sebagai benda-benda kongkrit. Dengan begitu, mengertilah
kita bahwa bagi para sufi, realitas itu tidak hanya yang bersifat fisik, tatapi
juga yang bersifat non-fisik seperti alam makna ini. Alam makna ini, seperti
disinggung di atas, terdiri dari akal-akal, jiwa dan para malaikat yang
bersifat immaterial (mujarradat).
Adapun unsur kedua dari dunia
makna atau spiritual ini adalah apa yang mungkin disebut sebagai
entitas-entitas arketipikal (archetypical
entities). Seperti ide-ide Platonian, entitas-entitas arketipikal adalah
berbeda dengan realitas-realitas potensial atau entitas-entitas yang tetap,
karena dalam kaitannya dengan benda-benda kongkrit yang ada di dunia (mawjudat), mereka adalah semacam prototip-prototip
ontologis. Dengan kata lain mereka adalah prinsip ontologis bagi mawjudat.
Berbeda dengan realitas-realitas potensial, yang disebut
oleh para sufi sebagai al-a'yan
al-tsabitah, realitas-realitas arketipikal-ontologis mereka rujuk sebagai asma' (nama-nama) dan sifat, yakni
nama-nama dan sifat-sifat Allah. Jadi bagi para sufi, al-asma' al-husna (nama-nama yang indah) tidak lain daripada
realitas-realitas arketipikal yang mengejawantah (bertajalli) dalam bentuk
benda-benda kongkrit. Jadi apapun yang ada di dunia ini semuanya merupakan
manifestasi atau penjelmaan dari sifat-sifat Tuhan.
Banyaknya benda yang kita jumpai di alam semesta ini
menunjukkan bahwa sifat-sifat Tuhan pun amatlah banyaknya, bahkan tak terbatas.
99 nama indah itu adalah nama-nama utama yang masih punya "turunan"
yang tak terhingga jumlahnya, namun yang 99 itupun sebenarnya masih berinduk
pada nama-nama terbesar yaitu Kehidupan (al-Hayy),
Pengetahuan (al-'Ilm) Kehendak (al-Iradah) dan Kekuasaan (al-Qudrah). Dikatakan menginduk karena
keempat nama utama tersebut kemudian dibagi ke dalam 99 atau 101 nama-nama Ilahi.
Pada gilirannya, nama-nama tersebut ini dibagi lagi ke dalam bagian-bagian yang
tak terbatas jumlahnya. Bagian-bagian yang tak terbatas ini tidak lagi disebut
nama, tetapi entitas-entitas arketipikal yang bertindak sebagai prinsip-prinsip
atau sumber-sumber ontologis bagi semua wujud individual yang ada di dunia
manifestasi. Sifat-sifat dan nama-namanya inilah yang oleh sebagian sufi
dimaksud dengan "harta yang terpendam" (Kanz Makhfi) dalam hadis qudsi yang telah kita kutip dan jelaskan
maksudnya sebelum ini. [*]
Artikel berseri "Kuliah Tasawuf" pada rubrik "Tasawuf - Filsafat" ini merupakan tulisan Prof. Mulyadhi Kartanegara. Beliau
adalah dosen pada Islamic College for Advanced Studies (ICAS) -
Paramadina, Jakarta, dan merupakan pakar di bidang tasawuf dan filsafat
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar