Kuliah Tasawuf (12): Alam Dunia (Jasmani)

KATA "DUNIA" berasal dari akar kata "dana-dani'a,"  yang artinya rendah. Dikatakan rendah karena alam dunia, dalam pandangan sufistik dan filosofis, merupakan alam yang terendah dari hierarki kosmologis, di mana di atasnya terdapat alam-alam lain, seperti alam mitsal dan alam makna (ruhani). Alam dunia ini disebut juga dengan alam elemental, karena terdiri dari pelbagai unsur (elemen), seperti tanah, air, udara, dan api. Alam ini juga disebut dengan alam fisik atau jasmani, karena terdiri dari jasad atau tubuh, baik yang organik maupun inorganik.

Secara hierarkis, alam dunia terdiri dari beberapa tingkat eksistensi, yaitu mineral, tumbuhan, dan hewan. Masing-masing level ini juga memiliki tingkatannya secara hierarkis. Jadi, di antara benda-benda mineral, yang terdiri dari batu-batuan dan logam-logaman, juga terdapat derajat yang membedakan kualitas masing-masing. Maka, dari sini kita bisa membedakan, misalnya, logam kasar dan logam mulia, seperti besi, tembaga, perak, dan emas. Bahkan di antara emas sendiri terdapat perbedaan kualitas yang ditandai dengan sebutan "karat" sehingga ada emas 24 karat (emas murni) , ada emas 21 karat, dan ada emas 18 karat. Demikian juga batu-batuan, dari batu koral sampai zamrud dan intan permata yang kadang-kadang mencapai ratusan bahkan ribuan karat.

Dunia tumbuhan secara keseluruhan tentu lebih tinggi dibanding dengan dunia mineral, karena tumbuh-tumbuhan, betapun rendahnya tingkat mereka, memiliki keunggulan berupa kecakapan (bahkan disebut daya jiwa) yang tidak dimiliki oleh dunia mineral. Daya-daya jiwa yang ada pada dunia tumbuhan ini adalah daya tumbuh itu sendiri (growth), yang menyebabkan tumbuhan bisa tumbuh dari benih yang kecil menjadi pohon yang besar; daya makan (nutritive faculty), yang menyebabkan tumbuhan mampu mencerna makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan; dan yang terakhir daya reproduktif, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan bisa berkembang biak. Dengan daya-daya itu tumbuh-tumbuhan telah memiliki ciri-ciri kehidupan, sehingga mereka menjadi makhluk hidup (organik) pertama, sedangkan dunia mineral betapapun indahnya tetap dikatakan benda-benda mati (inorganik). Itulah sebabnya daya-daya tumbuhan disebut oleh para filosof Muslim sebagai kecakapan-kecakapan jiwa (nafs), yang menjadi ciri khas makhluk hidup.


Setingkat di atas dunia tumbuh-tumbuhan adalah dunia hewani, yang, seperti halnya dunia tumbuh-tumbuhan ketika dibanding dengan dunia mineral, memiliki daya-daya tertentu yang tidak dimiliki dunia mineral maupun tumbuh-tumbuhan. Daya-daya ini dibagi ke dalam dua jenis: daya penginderaan (sensasi) dan daya gerak (locomotion atau harakah). Penginderaan dibagi menjadi indera lahir dan indera batin. Indera lahir yang lima, sehingga disebut dengan panca indera, sudah sama-sama kita kenal, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan, sehingga tidak perlu dijelaskan di sini lebih lanjut. Sedangkan di antara indera batin, imajinasi (mutakhayyilah) adalah yang terpenting, karena dengan inilah, menurut Ibn 'Arabi, manusia dapat meIhat alam ghaib dan mempunyai pengalaman-pengalaman mistik, (sebagaimana dijelaskam Henry Corbin dalam bukunya, Creative Imagination of Ibn 'Arabi). Indera-indera batin yang lainnya adalah fantasi (al-hiss al-musytarak), retensi (khayal), estimasi (al-wahm), dan memori (al-hafizhah). 

Daya hewani yang kedua, yang disebut gerak (al-harakah) adalah daya yang menyebabkan hewan bisa meninggalkan tempat di mana pertama ia berdiri munuju baik ke arah objek yang menarik maupun menjauhi objek-objek tertentu yang dipandang berbahaya. Nah, daya yang mendorong hewan ke arah objek yang menarik ini disebut nafsu syahwat, sedangkan yang menjauhinya dari objek yang berbahaya disebut nafsu ghadab atau marah.

Berdiri di puncak alam jasmani adalah dunia manusia, yang sebenarnya termasuk jenis hewani (haiwan berasal dari kata hayy yang secara harfiah berarti makhluk hidup), tetapi memiliki daya-daya tertentu yang tidak dimiliki dunia-dunia (tingkat-tingkat wujud) lain di bawahnya. Daya ini oleh kebanyakan sufi disebut jiwa (ruh), dan oleh filosof disebut akal atau jiwa rasional. Tetapi, baik ruh maupun akal keduanya dianggap berasal dari dunia ruhani. Melalui ruh atau akalnya inilah manusia berpotensi untuk bisa berkomunikasi dengan dunia ruhani. Kalau tidak, maka manusia hanyalah makhluk satu-dimensi saja, yaitu dimensi fisik, yang tidak mungkin bisa berkomunikasi dengan dunia non-fisik atau metafisik. Tetapi yang istimewa dari manusia adalah kenyataan bahwa dalam dirinya, yang tak seberapa besar ini, terkandung semua unsur yang ada pada tingkat-tingkat wujud di bawahnya, seperti tingkat mineral, tumbuhan dan hewan, dan juga unsur-unsur dari wujud yang berada di atasnya, malaikat dan bahkan Ilahi. Mungkin karena alasan inilah maka manusia sering disebut sebagai mikrokosmos (alam kecil).

Para sufi sering memandang dunia ini sebagai cermin (nanti akan dijelaskan pada fasal berikutnya secara terperinci) dari sifat-sifat Tuhan dan nama-nama indah-Nya (al-asma' al-husna). Masing-masing tingkat wujud dipandang oleh mereka mencerminkan sifat-sifat tertentu Tuhan. Di tingkat mineral, misalnya, keindahan Tuhan tercermin, sampai taraf tertentu, dalam batu-batuan dan logam-logaman mulia, dan karena itu batu-batuan dan logam-logaman itu disebut batu atau logam "mulia" dan begitu besar pesonanya terhadap manusia. Demikian juga pada dunia tumbuh-tumbuhan, ribuan jenis bunga-bungaan dengan aneka warnanya yang unik dan serasi dan tak henti-hentinya mengilhami para penyair dengan inspirasi yang mengesankan. Begitu pula pesona yang diberikan oleh pelbagai jenis hewan yang sangat beraneka bentuk dan posturnya. Tetapi dari semua makhluk yang ada di dunia ini, tak ada yang bisa mencerminkan sifat-sifat Tuhan secara begitu lengkap kecuali manusia. Ini karena, manusia sebagai mikrokosmos, yang terkandung di dalamnya seluruh unsur kosmik, bisa (berpotensi) untuk memantulkan seluruh sifat ilahi dengan sempurna, ketika ia telah mencapai tingkat paripurnanya yang disebut "insan kamil" yakni manusia sempurna atau manusia universal. [*]


Artikel berseri "Kuliah Tasawuf" pada rubrik "Tasawuf - Filsafat" ini merupakan tulisan Prof. Mulyadhi Kartanegara. Beliau adalah dosen pada Islamic College for Advanced Studies (ICAS) - Paramadina, Jakarta, dan merupakan pakar di bidang tasawuf dan filsafat Islam.

Tidak ada komentar: