Pengantar Tasawuf (2): Gerakan Zuhud pada Abad Pertama dan Kedua Hijriyah

DALAM Islam, asketisme mempunyai pengertian khusus. Asketisme bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi ia adalah hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus, di mana mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati mereka, serta tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.
Abu al-'Ala 'Afifi berpendapat bahwa ada empat faktor yang mengembangkan asketisme dalam Islam. Pertama, ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Kedua, revolusi rohaniah kaum Muslimin terhadap sistem sosio-politik yang berlaku. Ketiga, dampak asketisme Masehi. Keempat, penentangan terhadap fiqih dan kalam.
Namun menurut pendapat penulis buku ini, hanya ada dua faktor utama yang membuat berkembangnya asketisme dalam Islam, yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah, serta kondisi-kondisi sosio-politik pada dua abad pertama Hijriyah, terutama konflik yang terjadi setelah akhir masa Khalifah Utsman ibn 'Affan. Menurut para asketis angkatan pertama, asketisme dalam Islam tidak keluar dari landasan-landasan pengertian yang telah dikemukakan di atas. Timbul dan tersebar luasnya gerakan asketisme pada abad pertama Hijriyah adalah akibat kericuhan politik dan perubahan sosial.
Aliran-aliran Asketisme
Gerakan asketisme Islam yang tersebar luas pada abad pertama dam kedua Hijriyah terdiri dari berbagai aliran, yaitu:
Aliran Madinah
Aliran Madinah lebih cenderung pada pemikiran angkatan pertama kaum Muslimin (salaf) dan berpegang teguh pada asketisme serta kerendah-hatian Nabi. Selain itu, aliran ini tidak begitu terpengaruh oleh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa Dinasti Umayah. Prinsip-prinsip mereka tidak berubah sekalipun mendapat tekanan dari penguasa Bani Umayah. Dengan begitu, asketisme aliran ini tetap bercorak murni Islam dan konsisten pada ajaran-ajaran Islam.
Aliran Bashrah
Corak yang menonjol dari asketis Bashrah adalah rasa takut yang berlebih-lebihan. Di Bashrah, para sufi terkenal berlebih-lebihan dalam hal asketisme dan ibadah. Ini berbeda dari apa yang terjadi di kota-kota lain. Menurut Ibnu Taymiyyah, hal yang begini karena adanya kompetisi antara mereka dengan asketis Kufah. Masih menurut Ibnu Taymiyah, persoalan mistis, di mana terjadi penambahan dalam ibadah dan seluk-beluknya, adalah berasal dari Bashrah.  Salah seorang tokoh Sufi yang terkenal pada masa itu adalah Hasan al-Bashri. (hal.75)
Aliran Kufah
Menurut Louis Massignon, aliran Kufah berasal dari Yaman. Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, hal-hal imagi dalam puisi, dan harfiyah dalam hadits. Dalam hal aqidah, mereka cenderung pada aliran Syi'ah dan Raja'iyah. Dan ini bukanlah hal yang aneh, mengingat aliran Syi'ah pertama kali muncul di Kufah.
Aliran Mesir
Sejak penaklukan Mesir, sejumlah sahabat telah memasuki kawasan itu, misalnya 'Amru bin al-Ash dan Abdullah bin 'Amr bin Al-Ash yang terkenal dengan kezuhudannya. Dalam kenyataannya, gerakan asketisme Mesir pada abad pertama dan kedua Hijriyah belum mendapatkan kajian yang cukup. Menurut R.A. Nicholson, sebagian asketis generasi mutakhir lebih dekat pada tasawuf, namun mereka tetap tidak keluar dari ruang lingkup asketisme. Sebab, pada abad pertama dan kedua Hijriyah tidak seorang pun bisa membedakan asketisme dengan tasawuf atau memisahkan keduanya.
Di antara para asketis yang terkadang dinyatakan sebagai angkatan pertama para sufi adalah al-Fudhail ibn Iyadh, Dawud al-Thah, Hasan al-Bishri dan Rabiah al-Adawiyah. Rabiah al-Adawiyah merintis aliran asketisme dalam Islam berdasarkan cinta kepada Allah. Sementara Hasan al-Bashri merintis aliran asketisme dalam Islam berdasarkan rasa takut kepada Allah. [*]

Artikel ini disarikan dari buku Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan terjemahan dari judul asli Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.

Tidak ada komentar: