Sang Musafir dan Jin Penghuni Pohon


PADA SUATU KETIKA hiduplah seorang pemuda yang senantiasa berkembara ke berbagai penjuru negeri. Dia adalah seorang yang patuh beragama dan suka membantu orang lain. Di setiap negeri yang dilewatinya, ia selalu singgah beberapa saat dan mengabdikan dirinya di sana. Selanjutnya, dia pun pergi meninggalkan kampung tersebut untuk melanjutkan perjalanannya. Para penduduk negeri-negeri yang dikunjunginya seringkali menyebutnya sebagai sang musafir. 

Pada suatu hari, sang musafir sampai pada sebuah negeri yang dahulunya adalah negeri yang kaya dan makmur. Para penduduknya bekerja dengan tekun sesuai dengan profesinya masing-masing. Ada yang berdagang, membuat perabot rumah tangga, beternak, dan bertani. Akan tetapi keadaan sudah menjadi lain tatkala sang musafir singgah di negeri itu. Para penduduknya yang semula makmur dan sejahtera kini menjadi hina dan sengsara. Kesengsaraan itu timbul karena mereka tidak mau lagi bekerja dengan tekun dan keras seperti dahulu. Waktu sehari-hari mereka hanya digunakan untuk memuja dan memohon pada sebuah pohon besar yang dianggap keramat oleh mereka.  
Lama-kelamaan sifat malas pun menjangkiti mereka. Mereka tak mau lagi berkotor-kotor terjun ke sawah mengolah tanah untuk ditanami, atau berpanas-panas seharian berdagang di pasar. Yang mereka kerjakan sehari-hari hanya bermalas-malasan di bawah pohon tersebut tanpa bekerja sedikit pun. 

Keadaan itu membuat sang musafir merasa jengkel sekaligus iba kepada mereka. Dia telah beberapa kali menasehati mereka untuk meninggalkan pohon itu dan kembali bekerja membangun negeri mereka. Namun nasehat itu tak diindahkan oleh mereka. Bahkan mereka menghina dan mencaci maki sang musafir dengan ejekan yang menyakitkan. Akhirnya, sebagai pilihan terakhir, ia terpaksa memutuskan untuk menebang saja pohon itu. Dengan itu ia berharap tragedi yang menimpa negeri itu akan segera berakhir. Dia tidak memedulikan akibat yang akan ditanggungnya nanti atas keputusannya itu. Keinginan yang kuat, tekad yang bulat, serta niat yang tulus darinya untuk menyelamatkan penduduk dari kesengsaraan dan kemalasan yang sudah merajalela itu mengalahkan kekhawatiran yang mungkin timbul akibat perbuatannya nanti.  

Maka pada hari yang telah ditentukan, ia melaksanakan rencananya itu. Ia keluar dari tempat tinggalnya  menuju ke pohon tersebut dengan membawa sebilah kapak. Ketika hendak mencapai pohon itu, tiba-tiba ia dihadang sesosok jin yang menghuni pohon tersebut. Terjadilah percakapan antara jin penghuni pohon dengan sang musafir, “Berhentilah di tempatmu, wahai Musafir! Jangan kautebang pohon ini! Mengapa kau sangat berambisi untuk menebangnya?” hardik si jin dengan suara yang lantang dan keras. Sang musafir pun menjawab dengan tegas pula, “Karena dia telah menyengsarakan para penduduk dan membuat mereka malas bekerja.” Si jin kembali menimpali dengan ketus, “Apa urusanmu atas mereka? Biarkanlah mereka berbuat sesuatu secara bebas atas hal yang mereka sukai!” Sang musafir kembali menjawab, “Tidak! Mereka tidak berbuat secara bebas, tetapi justru diperbudak oleh kemalasan dan kesengsaraan yang ditimbulkan oleh pohon ini. Karenanya saya akan tetap menebang pohon ini untuk menyelamatkan mereka. Sebab hal itu sudah menjadi tugas dan kewajiban saya.” 

Perkelahian pun akhirnya tak dapat terelakkan. Keduanya saling bergelut dan memukul untuk merobohkan masing-masing. Setelah bergelut cukup lama, akhirnya perkelahian usai dengan kemenangan di pihak sang musafir. Si jin menyerah dan mempersilakan sang musafir untuk berbuat sekehendak hatinya. Namun sang musafir tidak langsung melaksanakan rencananya semula (menebang pohon besar itu), akan tetapi dia memilih pulang ke tempat tinggalnya untuk beristirahat, karena terlalu lelah dalam perkelahian yang cukup lama dan menyita tenaganya tadi. 

Pada hari berikutnya sang musafir kembali datang ke pohon itu untuk melaksanakan rencananya yang sempat tertunda kemarin. Tak lupa dia membawa sebilah kapaknya. Akan tetapi si jin kembali meghadang dan hendak menggagalkan rencananya. Adu mulut pun terjadi di antara keduanya. Kemudian perkelahian tak dapat dihindarkan. Si jin menyerah kalah, dan mempersilakan sang musafir melaksanakan niatnya. Namun karena kelelahan akibat perkelahian tadi, sang musafir menunda niatnya itu untuk ke dua kalinya. 

Hal tersebut berlangsung hingga berkali-kali. Akhirnya pada hari yang ke empat, sang musafir kembali mendatangi pohon itu. Ia hendak mewujudkan rencananya yang sempat tertunda beberapa kali itu. Namun si jin tak bosan pula untuk kembali menghadang dan menggagalkan niat sang musafir. Akan tetapi pada hari itu perkelahian tidak terjadi. Si jin menyadari bahwa jika ia melawan sang musafir, pasti dia akan kalah. Maka dia pun berpikir keras untuk mengalahkan sang musafir tanpa melalui perkelahian. Akhirnya dia mendapatkan ide yang dirasanya cukup bagus. Ide itu tidak lain adalah tipu daya. Dia pun kemudian merayu sang musafir, “Tahukah kamu wahai Musafir, mengapa aku menghalangimu untuk menebang pohon itu? Aku melarangmu karena aku merasa khawatir sekaligus kasihan terhadapmu. Jika kautebang pohon itu, pastilah orang-orang yang memuja dan berharap kepadanya akan membenci dirimu. Bukankah hal itu justru akan merugikanmu? Maka dari itu, janganlah kautebang pohon itu. Sebagai gantinya, aku akan memberimu sejumlah uang setiap hari. Kau dapat menggunakan uang tersebut untuk keperluanmu sehari-hari. Dengan demikian kau akan dapat hidup tenang dan sejahtera.” Kata si jin dengan raut muka yang tenang dan meyakinkan. 

Sang musafir merasa tertarik dengan tawaran yang diajukan si jin kepadanya. “Betulkah kamu akan mengirimkan uang itu kepadaku secara rutin setiap hari?” Kata sang musafir meminta kepastian. “Ya benar, kau akan mendapatinya setiap pagi di bawah bantalmu.” Si jin menjawab dengan mantap. Akhirnya keduanya sepakat dengan perjanjian yang ditawarkan oleh si jin. Sang musafir memilih mengurungkan niatnya untuk menebang pohon besar itu, dan menyetujui tawaran yang disampaikan oleh si jin. 

Maka benar, setiap pagi ia selalu mendapati sejumlah uang yang ditaruh di bawah bantalnya, sebagaimana yang dijanjikan oleh si jin. Hal itu berlangsung selama satu bulan penuh. Akan tetapi pada suatu pagi sang musafir tidak menemukan uang seperti biasanya. Ia cari lagi hingga ke bawah tempat tidurnya, namun tak juga ia temukan. Akhirnya dia pun menjadi jengkel dan marah. Dalam hati ia berkata, “Pasti  jin itu telah bosan dan mengingkari janjinya. Kuranmg ajar!” 

Kemudian dia langsung mengambil kapaknya, dan keluar menuju pohon besar sambil memendam rasa marah. Sesampainya di dekat pohon itu ia dihadang oleh si jin yang telah mengingkari kesepakatan yang mereka buat. Si jin menghardiknya, “Berhentilah di tempat, wahai Musafir! Katakan kepadaku, apa yang hendak kaulakukan.” Sang musafir menjawab, “Aku hendak menebang pohon itu.” Tanpa langsung menjawab kembali, si jin tertawa terbahak-bahak seakan melecehkan sang musafir. Kemudian ia berkata, “Engkau hendak menebangnya? Ha… ha… ha…” Si jin melanjutkan perkataannya, “Aku tahu, kau hendak menebang pohon ini karena aku tak lagi memberikan sejumlah uang itu kepadamu, bukan?” Sang musafir membantah perkataan si jin, “Bukan. Bukan karena itu. Tetapi karena aku hendak memberantas kesengsaraan dan kemalasan para penduduk yang disebabkan oleh pohon ini.” Si jin kembali tertawa terbahak-bahak seraya menghina dan melecehkan sang musafir. Katanya, “Kamu ingin memberantas kesengsaraan dan kemalasan para penduduk? Ha… ha… ha…” 

Tak lama kemudian, perkelahian terjadi di antara keduanya. Mereka saling bergelut dan memukul dalam waktu yang cukup lama. Tanpa diduga, sang musafir kalah oleh si jin. Dengan angkuh dan sombong si jin menertawakan, kemudian berkata kepada sang musafir yang tengah terkapar tak berdaya, “Di manakah kekuatanmu sekarang? Ha… ha… ha…” Dengan suara terbata-bata sang musafir berkata kepada si jin, “Katakanlah kepadaku, mengapa Engkau dapat mengalahkanku  sekarang?” Si jin pun menjawab keingintahuan sang musafir, “Benar, beberapa waktu yang lalu saat kau hendak menebang pohon itu, kemudian aku halangi, Engkau dapat mengalahkanku. Itu karena kau melakukannya atas dasar niat yang tulus dan tekad yang kuat untuk memberantas kesengsaraan dan kemalasan yang melanda penduduk negeri ini. Namun tatkala kau melakukan hal itu demi kepentingan pribadimu dan dalam keadaan marah, maka sebaliknya, aku justru yang mengalahkanmu. Ha… ha… ha…” 

Dari peristiwa tersebut sang musafir mengambil pelajaran dan hikmah di baliknya. Ia sadar bahwa suatu pekerjaan yang didasari dengan niat yang tulus dan dilakukan dengan tekad dan semangat yang kuat akan dapat membuahkan hasil yang bagus. Hambatan sebesar apapun akan terasa lebih ringan dan dapat teratasi dengan baik. Namun jika perbuatan tersebut dilaksanakan secara emosional dan didasari dengan niat yang tidak tulus, maka kesia-siaanlah yang akan tumbul akibat dari perbuatan tersebut. 

Di akhir masa pengabdiannya di negeri tersebut, ia kembali bekerja keras untuk menyadarkan para penduduk dari keterpurukan yang telah lama menimpa mereka akibat pemujaan yang berlebihan terhadap pohon besar tersebut. Kerja keras itu pun akhirnya membuahkan hasil. Para penduduk kini mulai sadar dan insaf atas kesalahan meeka selama ini. Kini mereaka menyadari bahwa perbuatan mereka itu tak akan dapat menghasilkan apa-apa. Kejayaan dan kemakmuran hanya dapat dicapai melalui kerja keras dan pengorbanan.  

Dalam jangka waktu yang tak seberapa lama, negeri itu kembali pulih seperti semula. Para penduduk kembali bekerja dengan tekun sesuai pekerjaannya masing-masing. Kemakmuran yang dahulu sempat hilang itu pun kini kembali lagi. Itu berarti bahwa tugas sang musafir telah purna. Karenanya ia harus segera meninggalkan negeri itu dan melanjutkan pengembaraannya. Tibalah kini saat perpisahan mereka dengan sang musafir, orang yang telah berjasa mengentaskan mereka dari keterpurukan. Di hari perpisahan itu, dengan berat mereka melepas sang musafir dengan penuh keharuan dan air mata. Mereka tidak akan melupakan jasanya yang begitu besar itu. Kehadirannya akan selalu dinantikan, dan kepergiannya akan senantiasa dikenang. Jasa-jasanya tidak akan mereka lupakan untuk selamanya. [*]


Ide cerita ini diambil dan diterjemahkan dari buku ألعربية للناشئين  (Pelajaran Bahasa Arab bagi Pemula) Vol. 5, dengan beberapa penambahan dan penyesuaian.

1 komentar:

vadimhaasl mengatakan...

Best Casino Locations | MapyRO
Find 오산 출장샵 your favorite gambling locations in San Francisco, CA. 천안 출장샵 The Golden Nugget Hotel and 경상남도 출장샵 Casino is 원주 출장샵 a very popular 성남 출장마사지 place to stay. This casino has a