PUISI merupakan salah satu sarana yang dipergunakan
oleh para sufi golongan ini dalam mengungkapkan keadaan dan perasaan ruhani
mereka. Sufi dari golongan ini di antaranya adalah Rabi'ah al-'Adawiyyah, Yahya
ibn Mu'adz al-Razi, Ibn al-Faridh, dan Jalaluddin al-Rumi.
Ibn al-Faridh, sufi kelahiran Kairo
tahun 576 H. bernama lengkap 'Umar Abu al-Hasan Ali. Di kalangan para
sufi, ia dikenal dengan gelar Sulthan
al-'Asyiqin (raja para penyinta) yang sekaligus merupakan
judul karyanya. Menurutnya, cinta Ilahi hendaklah dibarengi keadaan fana', yaitu keadaan di mana seorang sufi kehilangan kesadaran terhadap
dirinya sendiri karena larut di dalam Yang Dicintainya, yaitu Allah. Fana' ini tidak berlangsung secara terus-menerus. Kefanaan ini tidak keluar
dari batas al-Qur'an maupun al-sunnah.
Mengenai teori Qutb, Ibn al-Faridh berpendapat bahwa Quthb adalah ruh Muhammad atau hakikat Muhammad,
yaitu Quthb maknawi, serta sumber segala ilmu, ataupun makrifat semua nabi maupun
para wali. Dari ruh itu segala sesuatu akan melimpah. Pendapatnya ini
terpengaruh dengan teori emanasi. Dari pendapat ini Ibn al-Faridh berkesimpulan
bahwa agama-agama merupakan satu kesatuan. Meskipun lahiriahnya berbeda, namun
agama-agama tersebut mempunyai substansi yang sama, yaitu menyerukan penyembahan
Tuhan Yang Mahaesa.
Sufi penyair lain yang sangat terkenal adalah Jalluddin al-Rumi
(604-672 H.) yang berasal dari Persia. Karyanya antara lain Diwan Shamsi Tabriz (merupakan memorial dari gurunya, Burhanuddin Muhaqqiq al-Tirmidzi)
dan al-Matsnawi. Dia juga merupakan penggagas
teori kefanaan yang mengantar pada pandangan kesatuan wujud. Menurutnya,
kefanaan erat kaitannya dengan ma'rifat, serta merupakan buahnya. Kefanaan
adalah ma'rifat secara langsung yang tidak didasarkan pada akal teoritis maupun
kajian. Dia juga berpendapat tentang adanya Hakikat Muhammad atau Cahaya Abadi
yang menjadi dasar ma'rifat semua nabi maupun wali.
Rumi berpendapat bahwa Allah merupakan segala sesuatu itu sendiri. Dia
mengungkapkan dalam puisinya:
Aku inilah awan
Aku
inilah hujan
Dan aku inilah yang
Menghujani padang ilalang [*]
Artikel ini
disarikan dari buku “Sufi dari
Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang
ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan
terjemahan dari judul asli “Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar