Pengantar Tasawuf (8): Para Penyair Cinta Ilahi dan Kesatuan Penyaksian

PUISI merupakan salah satu sarana yang dipergunakan oleh para sufi golongan ini dalam mengungkapkan keadaan dan perasaan ruhani mereka. Sufi dari golongan ini di antaranya adalah Rabi'ah al-'Adawiyyah, Yahya ibn Mu'adz al-Razi, Ibn al-Faridh, dan Jalaluddin al-Rumi.
Ibn al-Faridh, sufi kelahiran Kairo  tahun 576 H. bernama lengkap 'Umar Abu al-Hasan Ali. Di kalangan para sufi, ia dikenal dengan gelar Sulthan al-'Asyiqin (raja para penyinta) yang sekaligus merupakan judul karyanya. Menurutnya, cinta Ilahi hendaklah dibarengi keadaan fana', yaitu keadaan di mana seorang sufi kehilangan kesadaran terhadap dirinya sendiri karena larut di dalam Yang Dicintainya, yaitu Allah. Fana' ini tidak berlangsung secara terus-menerus. Kefanaan ini tidak keluar dari batas al-Qur'an maupun al-sunnah.
Mengenai teori Qutb, Ibn al-Faridh berpendapat bahwa Quthb adalah ruh Muhammad atau hakikat Muhammad, yaitu Quthb maknawi, serta sumber segala ilmu, ataupun makrifat semua nabi maupun para wali. Dari ruh itu segala sesuatu akan melimpah. Pendapatnya ini terpengaruh dengan teori emanasi. Dari pendapat ini Ibn al-Faridh berkesimpulan bahwa agama-agama merupakan satu kesatuan. Meskipun lahiriahnya berbeda, namun agama-agama tersebut mempunyai substansi yang sama, yaitu menyerukan penyembahan Tuhan Yang Mahaesa.
Sufi penyair lain yang sangat terkenal adalah Jalluddin al-Rumi (604-672 H.) yang berasal dari Persia. Karyanya antara lain Diwan Shamsi Tabriz (merupakan memorial dari gurunya, Burhanuddin Muhaqqiq al-Tirmidzi) dan al-Matsnawi.  Dia juga merupakan penggagas teori kefanaan yang mengantar pada pandangan kesatuan wujud. Menurutnya, kefanaan erat kaitannya dengan ma'rifat, serta merupakan buahnya. Kefanaan adalah ma'rifat secara langsung yang tidak didasarkan pada akal teoritis maupun kajian. Dia juga berpendapat tentang adanya Hakikat Muhammad atau Cahaya Abadi yang menjadi dasar ma'rifat semua nabi maupun wali.
Rumi berpendapat bahwa Allah merupakan segala sesuatu itu sendiri. Dia mengungkapkan dalam puisinya:
Aku inilah awan
 Aku inilah hujan
Dan aku inilah yang
Menghujani padang ilalang [*]

Artikel ini disarikan dari buku Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan terjemahan dari judul asli Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.

Tidak ada komentar: