Sarjana, CPNS, Wirausaha

SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, bulan Oktober hingga Nopember merupakan musim penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebagaian besar kementerian, badan-badan Negara, maupun pemerintah daerah membuka pendaftaran dan menyeleksi calon-calon pegawainya. Berbagai formasi pun dibuka, dengan kualifikasi pendidikan yang beragam, mulai dari SMA hingga sarjana. Tak pelak, hal ini menarik para lulusan SMA maupun Perguruan Tinggi untuk ikut beradu nasib memperebutkan peluang menjadi abdi Negara.

Beberapa tahun belakangan ini angka pengangguran di Indonesia memang cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Rabu (1/12/2010) menyebutkan, jumlah pengangguran pada Agustus 2010 mencapai 8,32 juta orang atau 7,14% dari total angkatan kerja. (www.detikfinance.com). Dari jumlah tersebut, ternyata paling banyak didominasi para lulusan Perguruan Tinggi (PT). Jumlah lulusan Perguruan Tinggi (PT) yang menganggur berjumlah 11,92% untuk sarjana dan 12,78% diploma.

Jumlah ini akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan banyaknya lulusan sekolah maupun PT yang tak terserap lapangan pekerjaan. Alhasil, banyak pemuda berusia produktif yang menganggur. Maka tak heran setiap kali pendaftaran CPNS dibuka, ribuan pencari pekerjaan berduyun-duyun mendaftar

Bagi sebagian masyarakat kita, Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan profesi yang cukup menjanjikan. Seorang PNS, selain mendapatkan gaji pokok, juga memperoeh berbagai tunjangan dan asuransi. Selain itu mereka juga mendapatkan jaminan hidup hari tua pasca-pensiun dari pekerjaannya. Fasilitas-fasilitas ini memang cukup menggiurkan, sehingga banyak lulusan PT yang tertarik untuk meraihnya.

PNS dan Birokrasi Kita
Akan tetapi, berbagai fasilitas yang didapatkan para PNS tersebut ternyata tak berbanding lurus dengan kinerja mereka. Selama ini kinerja birokrasi di Indonesia dikenal lambat, berbelit-belit, bahkan terkesan tidak profesional. Selain itu, pungutan liar, KKN, dan suap-menyuap dalam birokrasi juga telah jamak diketahui masyarakat. Mau tak mau hal ini menimbulkan anggapan negatif terhadap sistem birokrasi di Indonesia. Siapakah pelaksana sistem birokrasi tersebut? Tak lain dan tak bukan adalah para pejabat dan pegawai di lingkungan dinas-dinas pada level daerah, maupun di kementerian-kementerian Negara pada tingkat nasional.

Buruknya kinerja birokrasi pemerintahan tersebut tak terlepas dari sikap mental para PNS. Banyak diantara PNS kita yang lebih menganggap dirinya sebagai majikan dan penguasa daripada sebagai pelayan masyarakat. Akibatnya, spirit pelayanan dan pengabdian terhadap masyarakat pun nihil dari benak mereka. Sebaliknya, yang ada hanyalah mental serbamenunutut dan minta dilayani. Sikap mental feodalistik yang negatif seperti ini merupakan warisan masa lalu yang seharusnya ditinggalkan.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, profesionalisme, kompetensi, dan integritas seharusnya dikedepankan oleh para PNS. Sayangnya hal itu kalah oleh sikap pragmatis mereka. Kekuasaan dan jabatan yang mereka pegang dipandang sebagai media memperolah keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya, bukan sebagai sarana melayani masyarakat. Akibatnya, kinerja birokrasi tidak bisa optimal, bahkan banyak diwarnai dengan tindakan-tindakan kotor yang melanggar norma-norma moral dan hukum.

Maka, proses penerimaan CPNS tahun ini seharusnya dijadikan momentum oleh pemerintah untuk merekrut tenaga-tenaga baru yang lebih profesional dan berintegritas. Jangan ada lagi “jual-beli NIP” di kalangan pejabat teras, suap-menyuap, maupun nama titipan dalam sekleksi kali ini. Dalam proses seleksi, pemerintah seharusnya tidak hanya mengedepankan intelektualitas para CPNS, tetapi juga integritas moral mereka. Tanpa mempertimbangkan hal yang kedua tersebut, seleksi hanya akan menghasilkan pegawai-pegawai yang korup dan pragmatis seperti yang selama ini banyak kita lihat.

Wirausaha sebagai Alternatif
PNS sebenarnya hanya satu dari sekian banyak profesi yang tersedia. Di luar PNS ada banyak profesi lain yang sangat beragam seiring dengan perkembangan dan kemajuan hidup masyarakat. Akan tetapi kuota pekerjaan yang tersedia di Indonesia saat ini tak mencukupi jumlah angkatan kerja ayang ada. Akibatnya, angka pengangguran semakin membengkak dari tahun ke tahun. Dalam konteks inilah wirausaha menjadi sebuah solusi alternatif untuk memecahkan permasalahan pengangguran tersebut. Sebab, secara praktis kewirausahaan meniscayakan setiap orang untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri, bahkan untuk oang lain.

Kewirausahaan berperan penting dalam menumbuhkan sikap mental dan karakter positif bagi seseorang. Sebab, kewirausahaan mendidik seseorang untuk bersikap kreatif, inovatif, peka terhadap kebutuhan masyarakat, dan mempunyai daya tahan yang bagus terhadap berbagai permasalahan. Kewirausahaan juga mengajarkan kita untuk senantiasa bekerja secara keras dan cerdas, serta tak mudah putus asa.

Dalam konteks bangsa Indonesia, kewirausahaan menjadi sangat signifikan untuk diterapkan. Ini mengingat melimpahnya kekayaan alam dan budaya yang kita miliki. Potensi sumber daya alam yang sangat besar dan kekayaan budaya yang sangat beragam menjadi modal awal yang sangat berharga bagi bangsa. Modal-modal tersebut menanti untuk diolah dan dikembangkan oleh anak bangsa untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemuda, khususnya lulusan Perguruan Tinggi. Dan kewirausahaan menjadi bekal yang sangat penting bagi mereka untuk mewujudkan harapan sekaligus tantangan tersebut.

Di atas itu semua, akhlak yang mulia dan integritas moral yang tinggi tentu merupakan perkara mutlak yang harus dimiliki oleh para wirausahawan dan calon-calon wirausahawan. Tanpa itu, mereka hanya akan menjadi wirausahawan nakal yang rakus dan tidak bertanggung jawab. Tanpa keduanya, mereka hanya akan menjadi wirausahawan yang gemar berkolusi dengan para pejabat Negara, bukan untuk menyejahterakan masyarakat, tetapi untuk mengeskploitasi dan menyengsarakan mereka. Janagan sampai ini menimpa bangsa Indonesia untuk kesekian kalinya. [*]

Tidak ada komentar: