PADA suatu ketika, di negeri Baghdad hidup seorang laki-laki separuh baya. Namanya Abu Kasim. Ia adalah seorang yang memiliki harta yang cukup berlimpah. Akan tetapi dia sangat kikir. Karena kikirnya, ia sangat sayang mengeluarkan hartanya untuk mengganti terompahnya yang sudah usang dengan yang baru. Terompah itu telah dipakainya selama tujuh tahun. Apabila rusak atau berlubang, ia menambal terompah tersebut sendiri. Jadilah terompah itu penuh dengan jahitan dan tambalan, sehingga terasa sangat berat jika dipakai.
Pada suatu hari Abu Kasim pergi ke tempat pemandian umum untuk mandi. Di sana ia bertemu dengan salah seorang sahabatnya. Berkatalah sang sahabat kepadanya, "Wahai Abu Kasim, mengapakah terompah yang sudah sangat tua itu masih saja kaupakai? Gantilah dengan terompah yang baru. Bukankah Engkau orang yang punya cukup harta?" Abu Kasim membenarkan perkataan sabatnya itu. Ia pun berjanji akan menuruti nasehatnya, membeli terompah yang baru.
Setelah bercakap-cakap sejenak dengan sahabatnya, ia segera melaksanakan niatnya untuk mandi. Tatkala usai menunaikan hajatnya dan berpakaian lengkap, keluarlah ia dari kamar mandi. Syahdan, ia terkejut melihat sepasang terompah yang masih baru yang berada tak jauh dari terompah usangnya. Ia menyangka terompah baru tersebut adalah milik seorang dermawan yang dihadiahkan kepadanya. Tanpa berpikir panjang, ia pun segera memakai terompah tersebut. Kemudian ia pulang ke rumahnya dengan perasaan senang. Ia tak tahu bahwa sebenarnya terompah tersebut adalah milik seorang kadi yang kebetulan juga sedang mandi di tempat tersebut.
Ketika sang kadi usai mandi, ia pun keluar. Akan tetapi ia tidak mendapati terompahnya. Kemudian ia berujar, "Seorang yang memakai terompah saya pastilah ia tinggalkan terompahnya di sini." Maka, sang kadi pun mencari di sekeliling tempat tersebut. Akhirnya ia menemukan terompah yang sudah usang. Terompah tersebut merupakan satu-satunya terompah yang tertinggal di sana. Ia tahu bahwa terompah tersebut milik Abu Kasim. Ini berarti bahwa yang memakai terompahnya adalah Abu Kasim.
Sang kadi kemudian mengutus pembantunya ke rumah Abu kasim. Benarlah memang bahwa terompah sang kadi ada di sana. Abu Kasim pun akhirnya dibawa ke pengadilan dengan tuduhan pencurian terompah sang kadi. Sebagai hukumannya, ia dihukum pukul, selanjutnya dimasukkan ke penjara selama beberapa waktu. Akan tetapi, setelah membayar sejumlah denda ia dibebaskan.
Setelah bebas dari penjara ia segera mengambil terompahnya dengan perasaan yang masygul. Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, ia menuju ke sebuah sungai, kemudian membuang serta menenggelamkan terompahnya di sana. Tak seberapa lama seorang nelayan menuju ke sungai tersebut untuk mencari ikan. Dia melemparkan jalanya, kemudian menariknya kembali setelah beberapa saat. Bersama beberapa ikan yang ia dapatkan, terdapat pula sepasang terompah yang tersangkut pada jalanya. Maka tahulah dia bahwa sepasang terompah tersebut adalah milik Abu Kasim. Ia menduga bahwa terompah tersebut telah jatuh ke sungai tanpa sepengetahuan Abu Kasim.
Maka dia pun kemudian membawa sepasang terompah tersebut ke rumah Abu Kasim untuk diserahkan kepadanya. Akan tetapi sesampai di rumah Abu Kasim ia tidak mendapatinya. Dia melihat jendela rumah tersebut terbuka. Tanpa berpikir panjang, dia pun melempar sepasang terompah tersebut melalui jendela itu. Tanpa disengaja terompah itu mengenai lemari kaca milk Abu Kasim hingga pecah berantakan. Ia sangat terkejut Tatkala mengetahui kejadian tersebut. Ia pun berujar, “Siapakah gerangan yang telah berbuat seperti ini?” Dia jengkel dan marah atas kejadian itu, sembari mengumpat dan menyumpahi terompah sialnya tersebut.
Pada suatu hari Abu Kasim mempunyai ide untuk mengubur terompahnya. Maka, tatkala malam tiba, ia pun melaksanakan idenya. Ketika sedang menggali lubangan untuk mengubur terompah itu, tanpa sadar perbuatannnya disaksikan oleh beberapa orang tetangganya. Mereka menyangka bahwa Abu Kasim hendak merobohkan rumah mereka. Mereka pun mengadukan perbuatan Abu Kasim itu kepada kadi. Akhirnya dia disidangkan. Dalam persidangan itu ia didakwa telah berusaha melakukan perobohan atas rumah tetangganya. Maka ia pun dipenjarakan sebagai hukuman atas kesalahannya itu. Untuk dapat bebas, ia harus menebus dengan sejumlah uang. Ia memilih bebas dengan cara menebus dengan sejumlah uang, daripada dipenjarakan.
Kini ia bingung, ia telah kehabisan akal mengatasi terompahnya itu. Terompah usang itu telah banyak menguras harta bendanya. Ia berpikir keras untuk menemukan ide baru agar terjauh dari akibat buruk terompahnya itu. Akhirnya dia menemukan sebuah ide yang dirasanya cukup bagus, yaitu melempar sepasang terompahnya itu ke atap rumahnya. Dengan itu ia merasa lebih aman dan tenang. Ia tidak berpikir panjang atas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya itu.
Akan tetapi takdir berkata lain. Pada suatu hari dua ekor kucing berkejar-kejaran di atap rumahnya. Tanpa diduga salah satunya menyenggol terompah tersebut. Terompah itu pun jatuh menimpa kepala seorang perempuan yang kebetulan sedang lewat di samping rumahnya. Akibat kecelakaan itu si perempuan terluka parah. Orang-orang yang sedang lewat di sekitarnya berduyun-duyun menolong si korban. Mereka juga mencari tahu siapakah gerangan pemilik terompah yang telah mencelakakan perempuan tersebut. Akhirnya diketahui bahwa terompah tersebut ternyata milik Abu Kasim. Maka, untuk kesekian kalinya ia diadukan ke pengadilan lantaran sepatu sialnya itu. Ia pun disidangkan. Perkara diputuskan. Ia harus membayar denda kepada si terluka dan menanggung seluruh biaya perawatan si korban selama sakit.
Akibat terlalu banyaknya biaya-biaya yang selama ini dikeluarkannya untuk membayar denda sebab sepatu sialnya itu, ia kehabisan harta bendanya. Kini, tak sedikit pun harta bendanya yang tersisa, kecuali rumah, pakaian, serta sedikit perabot rumahnya. Ia kini merasa insaf. Ia teringat tatkala dahulu seorang temannya menasehatinya untuk segera membeli terompah baru. Waktu itu ia berjanji untuk segera membeli terompah baru. Akan tetapi ia selalu menunda-nundanya. Ia merasa sayang terhadap harta bendanya. Akibatnya, hartanya kini pun habis hanya untuk membayar denda akibat kejadian-kejadian yang ditimbulkan oleh terompahnya itu.
Akhirnya ia mendatangi sang kadi. Berkatalah ia kepadanya, “Wahai sang kadi, telah banyak kukeluarkan hartaku hanya untuk menebus denda akibat terompah sialku ini. Harta bendaku sekarang pun telah habis. Maka, dengan rendah hati hamba memohon kepada sang kadi untuk berkenan menyimpan dan mengamankan terompah hamba ini. Semoga dia tidak menimbulkan kerugian-kerugian atas hamba lagi.” Mendengar permohonan Abu Kasim, sang kadi pun tersenyum. Ia bersedia mengabulkan permohonan Abu Kasim dengan syarat dia mengubah sifat kikirnya menjadi sifat yang dermawan dan mau membantu sesamanya yang membutuhkan. Abu Kasim menyetujui syarat yang diajukan sang kadi tersebut.
Kini dia terbebas dari terompah yang telah beberapa kali mendatangkan kesialan baginya. Selanjutnya ia hidup tenang dan bahagia sebagai orang yang dermawan dan peduli terhadap sesamanya yang membutuhkan.
Cerita ini diambil dari buku ألعربية للناشئين (Bahasa Arab bagi Pemula) bagian 5, yang disadur dari buku Kisah-kisah dari Negeri Arab vol. 4, dengan penyesuaian seperlunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar