ABAD ketiga
adalah abad mulai tersusunnya ilmu tasawuf dalam arti yang luas. Mengenai hal
ini. Abu al-A'la 'Afifi berkomentar, "Sejak itu tasawuf
memasuki periode baru, yaitu periode intuisi, kasyf, dan rasa (dzawq.)" Periode ini
terjadi pada abad ketiga dan keempat Hijriyah yang merupakan zaman keemasan
tasawuf dalam pencapaiannya yang paling puncak. Sejak itu,
obyek, metode, dan tujuan
tasawuf menjadi terpisah dari ilmu fiqih.
Menyinggung
perbedaan ilmu fiqih dengan ilmu tasawuf, ibnu Khaldun
berkomentar, "Ilmu
agama itu menjadi dua bagian, yang satu berkaitan dengan fuqaha dan para
pemberi fatwa, yaitu mengenai hukum-hukum ibadah yang umum, adat-istiadat
ataupun niaga. Sedangkan satunya lagi berkaitan dengan kelompok para sufi yang
melakukan latihan rohaniah, introspeksi diri, memperbincangkan rasa dan intuisi
yang ditempuh dalam perjalanannya, dan cara peningkatan diri dari satu rasa ke
rasa yang lain, ataupun menerapkan terminologi-terminologi yang berkaitan dengan
itu semua. Sejak masa itu dan masa selanjutnya, para sufi mulai mengemukakan
terminologi-terminolgi khusus tentang ilmu mereka".
Dua Aliran
Tasawuf
Menurut
Taftazani, pada masa ini terdapat dua aliran tasawuf. Pertama, aliran
para sufi yang pendapatnya moderat. Tasawufnya selalu merujuk pada Al-Qur'an
dan As-Sunnah, atau dengan kata lain, tasawuf aliran ini selalu berlandaskan
timbangan syariah. Sebagian Sufinya
adalah ulama' terkenal, dan tasawufnya didominasi ciri-ciri moral. Kedua, aliran
para sufi yang terpesona keadaan fana’. Mereka itu sering
mengucapkan kata-kata ganjil yang terkenal sebagai syathahat. Mereka
menumbuhkan konsep-konsep hubungan manusia dengan Allah, seperti penyatuan
ataupun hulul, dan tasawufnya berlandakan beberapa kecenderungan metafisis.
Pada masa
itu mereka telah membahas moral, tingkah laku dan peningkatannya, pengenalan
intuitif langsung kepada Allah, kefanaan dalam realitas mutlak Allah, serta
pencapaian ketenteraman hati ataupun
kebahagiaan. Di samping itu, mereka juga mempergunakan simbol-simbol dalam
mengungkapkan hakikat realitas-realitas tasawuf.
Mengenai
perkembangan tasawuf pada abad ke-3
dan ke-4 ini, R.A. Nicholson berkomentar, "Dari segi teoritis dan praktiknya, para
Sufi abad ketiga dan keempat Hijriyah telah merancang suatu sistem yang
sempurna tentang tasawuf. Sekalipun begitu, mereka bukanlah para filosof, dan
mereka sedikit sekali menaruh perhatian terhadap problema-problema metafisika.” [*]
Artikel ini
disarikan dari buku “Sufi dari
Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang
ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan
terjemahan dari judul asli “Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar