PARA sufi pendiri tarekat ini terpengaruh dengan
pendapat-pendapat al-Ghazali. Jalan sufi, kata al-Ghazali, merupakan pendahuluan latihan rohaniah. Jalan
ini berfungsi membersihkan jiwa penempuhnya, serta membeningkan hatinya.
Dalam periode ini (abad keenam dan ketujuh hijriyah) kata "thariqat" dinisbatkan bagi sejumlah para sufi yang bergabung dengan syeikh dan tunduk di bawah aturan-aturan dalam jalan rohaniah, yang hidup
secara kolektif di berbagai zawiyah dan rabath, atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta
mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun rohaniah secara teratur.
Tarekat-tarekat yang menonjol pada masa ini antara lain al-Qadiriyyah,
al-Rifai'iyyah, al-Suhrawardiyah, al-Syadziliyyah, al-Ahmadiyyah,
al-Birhamiyyah, al-Kubrawiyyah, dan al-Naqsyabandiyyah.
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani (470-561 H.).
Dia sangat menguasai usul fiqh, fiqh, serta mengaitkan tasawuf dengan al-Qur'an
maupun as-sunnah. Dia memandang kelirunya al-Hallaj. Tarekatnya adalah tauhid semata,
disertai kehadiran dalam sikap sebagai hamba Tuhan.
Di samping
al-Jailani, tokoh tarekat lainnya adalah Syaikh Ahmad al-Rifa'I, pendiri
tarekat Rifa'iyah, serta Abu Najib al-Suhrawardi (490-563 H) dengan tarekatnya
al-Shurawardiyah.
Pada abad ke
tujuh Hijriyah, di dunia Islam,
baik di kawasan sebelah Timur maupun Barat, tumbuh berbagai tarekat sufi yang bergerak
secara aktif. Di sebelah barat muncul Tarekat al-Syadzaliyah yang didirikan
oleh Abu al-Hasan al- Syadzali, yang terus melebarkan sayapnya ke Mesir,
kemudian menyebar ke berbagai kawasan Islam. Ajaran-ajaran tarekat
al-Syadzaliyah dapat diringkas dalam lima pokok, yaitu: ketaqwaaan kepada
Allah, konsisten mengikuti as-Sunnah, penghormatan terhadap Makhluk, Ridha
kepada Allah, serta kembali kepada Allah.
Tarekat-tarekat
sufi lainnya yang semasa dengan tarekat al-Syadzaliyah adalah Tarekat
al-Ahmadiyah. Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Ahmad al-Badawi (596-675 H.)
yang berasal dari Maroko. Ajaran tarekat ini yang paling menarik murid-muridnya
ialah sebagai berikut:
"Barangsiapa
tidak berilmu, maka dia tidak bernilai, baik di dunia maupun di Akhirat.
Barangsiapa tidak dermawan, maka dia tidak punya bagian hartanya. Barangsiapa
tidak bersifat kasih-sayang terhadp makhluk Allah, maka dia tidak berhak
terhadap pertolongan Allah. Barangsiapa tidak bersabar, maka dia tidak akan
selamat dalam berbagai hal. Barangsiapa tidak bertaqwa kepada Allah, maka dia
tidak berkedudukan di hadapan Allah. Dan barangsiapa terhalang dari semua hal
tersebut, maka dia tidak dapat mempunyai tempat dalam surga.
Tarekat di
Mesir lainnya yang sezaman dengan tarekat al-Ahamadiyah dan juga tersebar luas
di negeri tersebut adalah Tarekat al-Birhamiyah. Tarekat ini didirikan oleh
putra Mesir, Syeikh Ibrahim al-Dusuqi al-Qursyi (meninggal tahun 676 H. di
Damaskus). Tarekatnya tersebar luas di kawasan Mesir, Syiria, Hijaz, Yaman, dan
Hadramut. Al-Dasuqi, seperti halnya para pendahulunya, menekankan bahwa tasawuf
perlu konsisten terhadap aturan-aturan syariat: "Syari'at adalah pokok,
sementara hakekat adalah cabang. Jadi Syariat menghimpun seluruh ilmu yang
disembunyikan. Sementara semua tingkatan dan keadaan justru berada di bawah
keduanya".
Sementara
itu, di Persia pada abad keenam dan ke tujuh Hijriyah muncul berbagai macam
tarekat, antara lain ialah Tarekat al-Kubrawiyyah yang dinisbatkan pada
Najmuddin Kubra (540-618 H.).
Di Turkistan
juga muncul Tarekat baru yang bernama Tarekat al-Yasawiyah. Pendirinya
adalah Ahmad al-Yasawi (meninggal tahun 562 H.). Menurut Trimingham, tarekat
tersebut berperan penting dalam mengislamkan suku-suku
di Turkistan. Di Asia Tengah juga muncul Tarekat al-Syisyitiyah yang didirikan
Mu'inuddin Hasan al-Syisyti (517-623 H.). Tarekat ini telah menyebar luas
sampai ke India.
Pada abad
Ke-delapan Hijriyah muncul tarekat baru yang bernama al-Naqsyabandiyah yang
didirikan oleh Baha'uddin Naqsyabandi al-Bukhari (717-791 H.). Tarekat ini
banyak mendapat pengikut di berbagai negara Islam. Begitu juga dengan tarekat
al-Khalwatiyah, yang berasal dari Persia. Dalam hirarki para tokoh tarekat ini
terdapat Abu al-Najib al-Suhrawardi, pendiri tarekat al-Syuharawardiyah. Di
mesir tarekat ini disebarakan oleh Mushtofa Kamaluddin al-Bakri (meninggal
tahun 1162 H.).
Sementara di
Turki muncul Tarekat Bektasyiyyah yang
didirikan oleh Haji Bektasyi (meninggal tahun 738 H.). Tarekat al-Maulawiyyah
yang dinisbatkan kepada Jalaluddin al-Rumi. Dalam setiap pertemuan dzikirnya,
tarekat ini mempergunakan musik serta
lagu, yang di Eropa pada ketiak itu lebih dikenal sebagai "Para Darwis
Penari Putar" (Whirling Dervishes).
Begitulah
kemunculan dan tersebar luasnya tarekat-tarekat sufi di dunia Islam, yang
sebagian nya masih tetap aktif sampai sekarang. Akan tetapi, tarekat-tarekat
sufi abad-abad mutakhir, khususnya sejak masa Dinasty Utsmaniyah, telah
mengalami kemunduran dibanding tarekat-tarekat sebelumnya. Hal ini dikarenakan
berbagai faktor kultural, dan para sufi nya tidak menghasilkan karya-karya
kreatif lagi. [*]
Artikel ini
disarikan dari buku “Sufi dari
Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang ditulis
oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan terjemahan
dari judul asli “Al-Madkhal
ila al-Tashawwuf al-Islamiy.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar