Kuliah Tasawuf (5): Antara Syari'at dan Hakikat
Syariat yang dilakukan tanpa
memperhatikan unsur hakikat seperti sebuah bangunan kosong yang belum dihias.
Sedangkan hakikat tanpa syariat akan seperti perhiasan tanpa ada yang dihias,
sehingga akan menjadi tumpukan perhiasan yang acak. Oleh karena itu,
sepatutnyalah kedua aspek penting dari agama kita ini tidak dilakukan dan
dihayati secara terpisah, tetapi dipandang sebagai dua hal yang saling
melengkapi dan dijalankan secara seimbang. Penekanan yang berat sebelah pada
salah satu aspek dari keduanya hanya akan melahirkan ahli-ahli eksoterik formal
(ahl al-zhahir) yang tidak bisa
mengapresiasi dimensi spiritual dari ibadah formal mereka, atau sebaliknya ahli
esoterik yang sama sekali meninggalkan ibadah-ibadah formal yang merupakan
kewajiban bagi setiap individual Muslim.
Sebenarnya, jika kita perhatikan
tokoh-tokoh utama tasawuf, seperti Syaikh Junayd al-Baghdadi dan Imam
al-Ghazali, mereka selalu berusaha dalam karya-karya utama mereka untuk menyelaraskan
kedua aspek penting dari agama kita tersebut. Dalam kitab Ihya 'Ulum al-Din, misalnya, al-Ghazali bukan hanya membicarakan
keutamaan-keutamaan spiritualitas dan nilai-nilai luhur Islam, tetapi bahkan,
dalam bab-bab pertama kitab tersebut, beliau mendiskusikan aspek-aspek formal
ibadah, seperti yang dilakukan oleh para fuqaha dalam kitab-kitab fikih mereka,
seperti tentang thaharah (bersuci), salat, zakat, puasa, dan haji ke baitullah.
Hanya saja, kepada setiap ibadah formal tersebut ditambahkan makna batin atau
spiritual dengan segala macam keutamaannya.
Selain al-Ghazali, al-Hujwiri,
dalam bukunya Kasyf al-Mahjub, juga
melakukan hal yang sama, yakni mencoba menyatukan syariat dan hakikat, di mana
ia memberikan makna dan penafsiran sufistik terhadap berbagai ritual keagamaan.
Maka beliau menafsirkan haji, misalnya, sebagai perjalanan dari dunia indera ke
lubuk hati kita yang terdalam. Tentu saja beliau tidak menghilangkan praktek
lahiriah ritual tersebut, tetapi menambahkan makna yang tersembunyi dari haji
dan ibadah-ibadah yang umumnya dipraktikkan secara fisik saja.
Memakai baju ihram di miqat,
misalnya, bagi para sufi tidak hanya sekadar mengganti pakaian biasa dengan
baju ihram, yang memang harus dilakukan secara fisik, tetapi juga sarat dengan
makna spiritual di balik itu. Pencampakan baju yang biasa kita pakai, bermakna.
menghilangkan emblem-emblem atau topeng-topeng, kalau kita mau, yang biasa menghiasi
pakaian kita sehari-hari, seperti perhiasan emas dan perak yang menunjukkan
status sosio-ekonomi tertentu, atau pangkat dan lencana yang menunjukkan status
atau kedudukan orang yang menyandangnya. Dengan menanggalkan baju biasa itu,
maka diharapkan pengaruh harta dan kedudukan pada saat berhaji itu terhadap
kita bisa terhapus. Demikian juga, dengan mengenakan baju ihram yang putih dan
sederhana, kita diingatkan akan fitrah kita yang suci dan pandangan Tuhan yang
tidak membeda-bedakan manusia menurut harta, keturunan atau kedudukannya,
tetapi pada kesucian hati dan ketakwaannya.
Demikian jaga dengan sa’i
(lari-lari kecil) dari shafa ke marwah dan sebaliknya sebanyak tujuh kali,
memiliki makna agar kita, setelah kembali ke negeri kita masing-masing, terbiasa
bertolak dari kesucian (shafa) dan kebajikan (marwah) dan sebaliknya dari
kebajikan menuju kepada kesucian. Dan jika kita berhasil melaksanakannya, maka
akan besarlah pengaruh dan manfaat yang bisa kita petik dari ibadah haji
tersebut. Dengan demikian, haji kita, insya Allah, akan menjadi haji yang
mabrur. Tentu saja selain ibadah haji, al-Hujwiri dan sufi-sufi lainnya
membahas tentang makna spiritual dari ibadah-ibadah lainnya seperti puasa,
shalat dan lain-lain. Tetapi tanpa harus mengupas satu per satu di sini, kita
hanya ingin menyimpulkan bahwa tasawuf bukanlah sesuatu yang harus dipandang
sebagai bid'ah dalam kaitannya dengan ibadah/ syariat, tetapi sebagai pelengkap
atau hiasan bagi ibadah-ibadah formal kita sehari-hari, yang sering kita
rasakan telah kehilangan makna batin dan spiritualnya. [*]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar