Pengantar Tasawuf (1): Sumber Tasawuf dalam Islam

ADA beberapa teori yang menyatakan bahwa tasawuf dalam Islam bersumber dari luar Islam. Thoulk, seorang orientalis dari abad 19, menganggap bahwa tasawuf Islam ditimba dari sumber Majusi, dengan alasan bahwa sejumlah besar orang-orang Majusi di Iran Utara, setelah penaklukan Islam, tetap memeluk agama mereka, dan banyaknya tokoh sufi yang berasal dari sebelah utara kawasan Khurasan.
Sekelompok orientalis yang lain beranggapan bahwa tasawuf berasal dari sumber Kristen. Von Kramer, dalam karyanya Geschechte menggambarkan bagaimana asketisme Islam muncul sebagai dampak dari asketisme Kristen. Pendapat ini disangkal oleh R.A. Nicholson dalam karyanya Literary History of The Trabs. Menurutnya, agama Kristen memang punya dampak terhadap pertumbuhan tasawuf, tetapi bukan sebagai sumbernya. Sebab landasan asketisme di dalam tasawuf itu sendiri justru bercorak Islam.
Beberapa orientalis lainnya seperti M. Hoster dan R. Hartman berpendapat bahwa tasawuf ditimba dari sumber India. Namun dalam pandangan sebagian orientalis lain,  seperti  E.G. Browne dalam bukunya, A History of Persian Literature, mengatakan bahwa berbagai kesamaan yang dikemukakan Hartman tersebut adalah terlalu berlebih-lebihan, semu dan tidak berdasar. Bahkan O' Leary menganggap bahwa tuduhan yang menyebut tasawuf mendapat pengaruh asketisme India adalah kurang beralasan. Pengaruh India mulai muncul di kalangan para sufi yang sekaligus filosof, seperti Ibn Sabi'in, baru pada abad ke tujuh Hijriyah. Dengan kata lain, itu baru terjadi setelah tiang-tiang penyangga tasawuf benar-benar terpancang kuat selama lebih dari enam abad sebelumnya.
Pendapat yang lain mengatakan  bahwa tasawuf berasal dari tradisi pemikiran Yunani. Para pemuka pendapat ini lebih menaruh perhatian terhadap tasawuf yang ditimba dari sumber Yunani, yaitu tasawuf Teosofis, suatu jenis tasawuf yang muncul pada abad ketiga Hijriyah lewat Dzun Nun Al-Mishriy (meninggal tahun 245 H.). R.A. Nicholson berpendapat bahwa tasawuf Teosofis adalah salah satu dampak dari pikiran Yunani. Karena itu harus diakui bahwa dalam tasawuf terdapat perpaduan pikiran Yunani dengan agama  Timur, tidak terkecuali Neo-Platonisme,  agama Manu, dan gnosisme (hal. 29-30). Sekalipun dampak filsafat Yunani umumnya dan khususnya Neo-Platonisme terhadap tasawuf itu memang ada, namun kita tidak bisa merujukkan semua tasawuf pada sumber Yunani. Sebab sikap angkatan pertama para sufi terhadap filsafat Yunani tidaklah sama dengan sikap para teolog atau filosof Muslim berikutnya. Para sufi tidak membukakan diri bagi filsafat Yunani, kecuali pada periode mutakhir, yaitu ketika mereka sengaja mengompromikan intuisi dengan wawasan intelektualnya. Ini terjadi sejak abad keenam Hijriyah dan abad-abad berikutnya. (hal. 31)
Meskipun teori-teori yang telah diungkapkan para orientalis menyebutkan bahwasanya sumber-sumber tasawuf berasal dari luar Islam. Namun berbagai bukti telah menunjukkan bahwa tasawuf muncul secara Islami yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta kehidupan dan ucapan-ucapan para sahabat. Ignaz Goldziher berpendapat bahwa tasawuf mempunyai dua aliran. Pertama adalah asketisme atau zuhud, dan yang kedua adalah tasawuf dalam pengertian yang luas meliputi segala tindakan maupun ucapan para Sufi yang berkaitan dengan pengenalan terhadap Allah  atau ma'rifat, keadaan rohaniah atau hal, dan rasa  atau dzawq. [*]

Artikel ini disarikan dari buku Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf,” yang ditulis oleh Dr. Abu al-Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani. Buku ini merupakan terjemahan dari judul asli Al-Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy.

Tidak ada komentar: