Peran Jejaring Sosial dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

KORUPSI di Indonesia akhir-akhir ini kian mengganas saja. Hampir setiap hari kita mendengar berita-berita tentang korupsi di media massa yang dilakukan oleh para pejabat negara. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh para elit negeri ini sangat massif dan variatif: mulai dari kecamatan hingga kementerian, mulai dari bupati hingga menteri, serta dengan nilai jutaan hingga miliaran, bahkan triliunan rupiah. Parahnya lagi, praktik kotor itu terjadi tidak hanya pada lembaga eksekutif (pemerintah), tetapi juga terjadi di lembaga legislatif (DPR dan DPRD) serta yudikatif (kepolisian, kejaksan, dan kehakiman). Bahkan ketiga lembaga itu, bersama para pengusaha nakal, saling berkongkalikong untuk merampok uang negara dan menutupinya rapat-rapat agar tidak sampai terungkap ke publik.
Jika kita telusuri, praktik-praktik korupsi yang terjadi di kalangan elit negeri ini sebenarnya telah berlangsung sejak lama, jauh sebelum Indonesia merdeka. Menurut Dr. Ali Akbar, seorang arkeolog Universitas Indonesia (UI), perilaku koruptif para elit tersebut telah ada sejak masa VOC-Belanda. Bahkan konon VOC bangkrut dan gulung tikar karena perilaku korup para pegawai dan pimpinannya. Praktik-praktik kotor yang terjadi pada masa itu antara lain adalah: penyuapan, penyelewengan, penggelapan, pemerasan, penyelundupan, d.l.l. Lebih jauh, perilaku mementingkan kekuasaan pribadi dan kelompok di atas kepentingan masyarakat juga telah berlangsung sejak masa kerajaan-kerajaan. Sejarah politik di Nusantara membuktikan betapa banyak petinggi kerajaan yang saling bunuh demi memperebutkan kekuasaan pribadi dan golongannya. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa perilaku korup ini telah menjadi budaya para elit negara.
Dampak yang ditimbulkan akibat maraknya praktik KKN ini sangat massif, baik secara material maupun immaterial. Secara materi, KKN akan mengakibatkan keuangan negara bocor karena dibajak oleh para koruptor. Anggaran negara yang sedianya diperuntukkan bagi masyarakat menjadi berkurang secara drastis karena “disunat” oleh para “tikus berdasi” ini. Ujung-ujungnya, kesejahteraan masyarakat pun tak terwujud secara penuh. Sedangkan secara non-materi, praktik KKN yang melanda para pejabat kita akan semakin memperburuk mental dan karakter para penyelenggara negara, mulai dari tingkat terendah hingga pucuk pimpinan. Ini disebabkan karena praktik KKN selaras dengan sifat-sifat serakah, ingin serba-instan, tak menghargai kerja keras, serta mengabaikan nilai sebuah pekerjaan. Dalam konteks ini, orientasi penyelenggara negara adalah menumpuk sebanyak-banyaknya kekayaan untuk kepentingan pribadi, dan bukan melayani masyarakat. Dengan kondisi mental seperti ini, maka dapat dipastikan kinerja pemerintahan tidak maksimal, sehingga akan mengganggu pelayanan publik. Pada akhirnya masyarakatlah yang dirugikan.
Sementara itu, para penegak hukum yang diharapkan dapat memberantas praktik-praktik haram itu justru sangat lemah menghadapi para koruptor dan kaki-tangannya. Alih-alih memberantas korupsi, mereka justru tersangkut dalam kubangan korupsi itu sendiri. Bukannya menjadikan hukum dan perundang-undangan sebagai alat untul menjerat para koruptor, mereka justru menjadikan hukum sebagai komoditi yang dipertukarkan dengan materi untuk kepentingan pribadinya. Di tangan para penegak hukum, hukum justru dimanipulasi dan dijadikan modal untuk berkolusi dengan para koruptor. Ibaratnya, jika sapu yang kita gunakan untuk bebersih saja telah terkontaminasi dengan kotoran itu sendiri, lantas dengan apa lagi kita akan membersihkan lantai yang kotor itu? Dalam kondisi seperti ini, seakan bangsa Indonesia mandul dan tak berdaya. Indonesia sakit justru disebabkan oleh putera-puteranya sendiri. Ibu pertiwi menderita oleh karena keserakahan dan kebuasan anak-anak bangsanya sendiri.
Di tengah keadaan seperti ini kita mengharapkan adanya lembaga penegak hukum yang independen dan tegas dalam memberantas korupsi. Harapan itu kita letakkan pada pundak sebuah lembaga negara bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlepas dari pelbagai kekurangan yang ada, saat ini KPK merupakan satu-satunya harapan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dibanding penegak hukum yang lain, KPK relatif lebih bersih, profesional, dan independen dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hanya saja diperlukan kerja yang lebih maksimal untuk mengatasi masalah korupsi yang memang sudah akut ini.
Namun, di tengah giat-giatnya menjalankan tugas memberantas korupsi, selalu saja ada pihak-pihak yang mengganggu kinerja KPK. Bahkan beberapa waktu belakangan ini pihak-pihak yang tidak menyukai aksi-aksi KPK berusaha untk melemahkan KPK dengan pelbagai cara. Bentuk pelemahan dimaksud antara lain adalah: kriminalisasi terhadap pimpinan dan penyidiknya, menarik puluhan penyidik KPK ke Polri tanpa alasan yang kuat, mengurangi beberapa kewenangan vitalnya dengan cara merevisi Undang-Undang KPK, serta menghambat pembangunan gedung baru KPK. Ironisnya, upaya-upaya penentangan dan pelemahan terhadap KPK tersebut justru datang dari lembaga-lembaga resmi negara. Ini menunjukkan betapa korupsi telah mengakar kuat pada lembaga-lembaga yang bersangkutan, sehingga langsung maupun tidak langsung mereka selalu berupaya menghalang-halangi dan melemahkan KPK.
Dalam keadaan seperti ini, peran masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung kinerja KPK, serta memberikan suntikan semangat kepadanya dalam melakukan pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, penggunaan jejaring sosial merupakan salah satu upaya alternatif yang dapat ditempuh untuk mewujudkannya. Alasan penggunaan jejaring sosial untuk men-support kinerja KPK antar lain adalah: pertama, di era informasi seperti sekarang, penggunaan internet merupakan sebuah keniscayaan bagi sebagian besar masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Dengan internet, dalam hal ini jejaring sosial, masyarakat bisa berkomunikasi satu sama lain, mendapatkan informasi secara cepat, serta dapat saling bertukar ide, gagasan, dan pemikiran secara leluasa. Konektivitas dan relasi antarindividu dan kelompok dalam jejaring sosial sangat tinggi. Istimewanya, semua itu dapat dilakukan tanpa batasan waktu dan tempat, sehingga sekat-sekat yang membatasi mereka pun menjadi hilang. Kedua, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia. Dalam hal jejaring sosial, Indonesia menempati peringkat ke-4 terbesar dunia sebagai pengguna Facebook, dan peringkat ke-5 pengguna Twitter. Data dari Kementerian Kominfo per-April 2012 menyebutkan bahwa pengguna Facebook di Indonesia mencapai 44,6 juta orang, sedangkan pengguna Twitter 19,5 juta orang (www.antaranews.com, 31/10/2012).
Ketiga, dari keseluruhan pengguna internet di Indonesia tersebut, sebagian besar dari kalangan pemuda. Ini sangat penting, sebab pemuda adalah tumpuan kita untk menyuarakan aspirasi dan kebenaran. Pemuda dianggap mempunyai idealisme yang tinggi, bersemangat menggebu-gebu dalam menegakkan kebenaran, serta relatif bersih dari kepentingan-kepentingan pragmatis sempit. Di samping itu, sejarah politik di Indonesia juga menunjukkan bahwa pemuda berperan besar dalam mendobrak kebekuan dan menggerakkan perubahan ke arah yang lebih baik. Mereka misalnya, berperan dalam mempersatukan bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda pada tahun 1928, mengoreksi pemerinthan Orde Lama yang telah dianggap menyimpang, serta menggerakkan dan mendorong reformasi pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998.
Beberapa contoh nyata keberhasilan jejaring sosial dalam menggalang dukungan publik antar lain ketika terjadi kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK periode 2007-2011, yaitu Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah pada tahun 2009. Atas desakan komunitas jejaring sosial di Facebook bersama elemen masyarakat lainnya akhirnya keduanya dibebaskan dari tuduhan kasus yang tak mereka lakukan. Sedangkan yang baru-baru ini terjadi adalah penggalangan dukungan melalui “Save KPK Save Indonesia” di mana anggota komunitas ini turun ke lapangan dan secara militan mendukung KPK dari pelbagai upaya pelemahan. Di luar negeri kita juga bisa mendapati kekuatan publik yang pada awalnya memanfaatkan jejaring sosial untuk menumbangkan rezim yang otoriter. Ini terjadi pada negara Tunisia, Libya, dan Mesir.
Bertolak dari beberapa alasan dan contoh keberhasilan penggunaan jejaring sosial tersebut maka penulis mempunyai gagasan untuk mengembangkan jejaring sosial sebagai sarana pendobrak kemandegan politik dan penggerak perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Secara spesifik, gagasan ini diwujudkan dalam bentuk komunitas berupa Page/ Halaman maupun Grup yang ada di Facebook, serta penggunaan media sosial Twitter sebagai sarana komunikasi dan konsolidasi. Konsep pemikiran ini dimulai dengan pembentukan komunitas dalam bentuk Page atau Grup yang mempunyai visi, misi, serta agenda-agenda yang jelas dan nyata dalam konteks pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Melalui page ini hendaknya administratur dan anggota secara aktif mengajak para pengguna dunia maya untuk bergabung ke dalam komunitas. Sebagai manusia yang dibekali dengan hati nurani dan kecintaan terhadap kebenaran dan keadilan, saya yakin mereka akan tergerak untuk ikut bergabung dan berpartisipasi. Semakin banyak anggota akan semakin bagus, sebab akan mempersolid gerak dan kekuatan komunitas ini.
Bagi para administratur, Page ini hendaknya dikeolola secara serius dan profesional dengan menyuguhkan konten-konten dan posting yang mencita-citakan Indonesia yang bersih, mendukung pemberantasan korupsi, pengawasan terhadap pejabat publik, serta konten-konten lain yang mempunyai visi senada. Admin misalnya, seyogianya: (1) meng-update berita dan informasi terbaru terkait kegiatan-kegiatan KPK dan upaya-upaya pemberantasan korupsi; (2) mengajak para anggota untuk secara aktif menyumbangkan pendapat, saran, dan idenya dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi; (3) memantau para pejabat publik, baik pusat maupun daerah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang menyeleweng dari tugas dan kewajibannya. Dalam hal ini, komunitas bisa bekerjasama dengan LSM, seperti ICW, TII, d.l.l.; (4) memberikan penerangan kepada anggota komunitas mengenai perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN; dan lain sebagainya.
Di samping itu, sebagai wujud nyata dari komitmen komunitas ini, hendaknya sesekali mereka juga mengadakan “kopi darat” atau bertemu langsung antaranggota untuk bertukar ide dan gagasan, serta konsolidasi. Akan lebih baik lagi jika mereka, dari hasil “kopi darat” itu, membentuk struktur organisasi dan kepengurusan yang teratur, serta membuat cabang di pelbagai daerah, setidaknya pada tingkat provinsi. Ini tentu akan sangat bermanfaat untuk memperkuat unsur civil society dalam rangka pengawalan terhadap pejabat publik yang menyeleweng, serta memastikan KPK dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam pemberantasan korupsi dengan baik. Di tengah mandulnya DPR menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya dengan baik karena telah terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan pragmatis dan individualis, maka lahirnya civil society berbasis komunitas dunia maya yang kritis dan independen ini merupakan angin segar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Ke depannya, komunitas ini harus diberdayakan secara serius.
Program lanjutan komunitas ini adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan nyata dalam rangka penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat terkait budaya masyarakat yang bersih, transparan, dan bebas dari KKN. Kegiatan dimaksud bisa dalam bentuk seminar, penyuluhan, pentas seni, maupun kegiatan-kegiatan lain yang mempunyai semangat antikorupsi. Ini ditujukan terutama kepada kaum muda, khususnya pelajar dan mahasiswa. Mengenai pendanaan, komunitas bisa menghimpunnya secara swadaya melalui cara-cara yang kreatif, misalnya dengan menjual t-shirt dan merchandise, serta produk-produk kreatif lainnya. Sebagai anak muda, tentu mereka mempunyai daya kreatif yang tinggi, serta mempunyai banyak ide yang cemerlang. Pada situasi tertentu, jika diperlukan, komunitas juga bisa mengadakan aksi turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi dan semangat pemberantasan korupsi, serta mendesak pihak-pihak atau lembaga-lembaga tertentu untuk menegakkan hukum secara adil dan independen.
Contoh yang cukup representatif atas beberapa konsep pemikiran di atas adalah halaman Facebook bernama “Save KPK Save Indonesia.” Komunitas yang berbasis pada dunia maya ini telah banyak melakukan aksi nyata dalam rangka dukungan atas pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka turun ke jalan membela KPK yang hendak dilemahkan dengan pelbagai cara, melakukan aksi damai menyuarakan semangat antikorupsi, serta berencana mengadakan road show penyuluhan antikorupsi kepada 19.000 pelajar di sembilan provinsi di Indonesia. Salut untuk komunitas “Save KPK Save Indonesia.” Teruskan perjuanganmu untuk menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan! [*]

Tidak ada komentar: